Artati menggigit bibir.
Selama ngenger di Padepokan Siur Bertuah ini, belum pernah ia mendapat perlakuan istimewa. Maha Guru Ayah orangnya jaim, sangat menjaga jarak. Jangankan menyentuh, mengajak bicara saja nyaris tidak pernah.
Tapi terhadap diri Nyai Fatimah? Baru beberapa pekan perempuan itu tinggal di padepokan ini, Maha Guru Ayah sudah berani menggenggam erat tangannya.
Bah!
"Artati!"
Seruan itu terdengar sekali lagi. Terpaksa ia melempar bantal, bangkit, lalu menyeret langkah. Digesernya daun pintu bilik dengan jengah.
"Oh, Kakak Busu. Ada apa?"
"Maha Guru Ayah memintamu menemani Nyai Fatimah berlatih ilmu pedang malam ini."
"Kenapa mesti aku? Kenapa bukan gadis bau kencur itu?"
"Maksudmu Ni Ayu? Dia sedang tidak enak badan."
Artati terdiam sejenak. Tiba-tiba ia mendapat bisikan.Â