"Jangan lupa simpan pedangmu di tempatnya, Ni! Aku tidak ingin mendengar wadulanmu kehilangan benda keramat itu lagi." Maha Guru Ayah menatap tajam ke arah Ni Ayu. Gadis itu mengangguk tersipu.
"Dan kau, Nyai Fatimah. Teruskan minum ramuan kunyit madu untuk membersihkan sisa-sisa luka dalam akibat serangan Pendekar Tua Aneh itu."
"Siap guru!"
***
Tidak semua hal bisa dijabarkan secara logika. Contohnya; Cinta
Ni Ayu mendahului masuk ke dalam bilik penyimpanan senjata. Sesuai perintah Maha Guru Ayah, ia tidak ingin pedang keramat yang diberi nama Mata Setan itu ketlisut lagi.
Sementara Nyai Fatimah memilih mengayun langkah menuju dapur. Setelah menjerang air di atas tungku, diraupnya segenggam kunyit dari botekan kayu. Kemudian agak tergesa ia berjalan menuju pancuran bambu yang terletak di halaman samping dapur.
"Jangan lupa beri sedikit garam saat menyeduh ramuan kunyit madu, ya, Nyai. Agar khasiatnya semakin ampuh." Sebuah suara membuatnya berhenti mencuci rimpang-rimpang. Begitu membalikkan badan, ia berubah gugup.Â
Maha Guru Ayah!Â
Sejak kapan laki-laki itu berdiri di belakangnya?
"Kenapa kau selalu kikuk setiap kali berhadapan denganku, Nyai? Apa aku ini terlihat menyeramkan?" Maha Guru Ayah menyungging senyum.