Dari buku catatan keseharian istana tertulis;
Pangeran Zal lebih memilih tidur ketimbang belajar ilmu ketatanegaraan.
Suka bersendawa keras-keras tanpa menutup mulut setiap kali usai menyantap makanan.
Asyik mengupil saat menemani Raja menjamu tamu.
Sering tampil sembrono semisal membiarkan kancing jubahnya terpasang tidak sempurna sehingga pakaian dalamnya kelihatan.
Dan, masih banyak lagi catatan minus mengenai diri Pangeran Zal yang membuat Raja dan Permaisuri berkali-kali mengelus dada.
Sebenarnya pihak kerajaan sudah sering menegur agar Pangeran Zal bertingkah laku selayaknya seorang pangeran. Bahkan Permaisuri sampai mendatangkan guru khusus olahkepribadian untuk mendampingi serta mendidik putra semata wayangnya itu.
Namun hingga sejauh ini usaha-usaha tersebut belum juga menampakkan hasil.
Kondisi seperti ini membuat Baginda Raja dirundung murung. Bagaimana tidak. Pangeran Zal merupakan satu-satunya calon penerus tahta kerajaan. Jika kepribadiannya tidak juga berubah Baginda Raja khawatir kelak Kerajaan Purucia akan kehilangan pamor dan wibawa.
Melihat Baginda Raja bersusah hati, Permaisuri diam-diam menghubungi penasihat kerajaan.
Resi Tuah, sang penasihat kerajaan pun memberi saran agar Baginda Raja dan Permaisuri melepaskan Pangeran Zal. Membiarkan putra mahkota itu mengembara untuk sementara waktu.
"Di luar sana Pangeran akan banyak belajar tentang kehidupan sesungguhnya." Sang Resi memberi wejangan."Di istana ini pangeran terbiasa dilayani dan hidup mewah. Semua serba ada. Itu sebab dia jadi pemalas dan bertingkah laku semaunya."
Tidak ada pilihan lain. Demi kebaikan putra mahkota, Baginda Raja dan Permaisuri akhirnya memutuskan untuk melaksanakan saran sang penasihat agung.
***
Ditemani dua orang pengawal, hari itu juga Pangeran Zal harus keluar meninggalkan istana. Pangeran baru boleh kembali jika dirinya sudah menemukan nilai-nilai kebajikan yang membuat perilaku dan tabiatnya berubah jauh lebih baik.
Atas petunjuk Resi Tuah, pengembaraan dimulai dari arah terbit matahari dan berlanjut menuju ke arah matahari tenggelam.
***
Sementara itu.
Bertugas menemani Pangeran Zal yang terbiasa hidup enak bukanlah pekerjaan mudah. Kedua pengawal harus pandai-pandai menyembunyikan rasa kesal. Sebab sepanjang perjalanan putra mahkota Kerajaan Purucia itu tiada henti mengomel dan mengeluh.
"Aduh, kakiku pegal dan lecet-lecet! Harusnya tadi kalian membawa seekor kuda." Pengeran menggerutu seraya mengempaskan tubuh di bawah pohon akasia yang tumbuh di tepi jalan. Kedua pengawal pura-pura tidak mendengar keluhan junjungannya itu.
"Eit, tapi tunggu dulu! Bagaimana kalau kalian secara bergilir menggendongku?" Pangeran Zal sontak tersenyum simpul. Merasa senang karena berhasil menemukan ide perjalanan yang dianggapnya paling cemerlang.
Lagi-lagi kedua pengawal pura-pura tidak mendengar.
Baru saja hendak meracau karena kata-katanya tidak dipedulikan, mendadak mata Pangeran Zal tertuju pada sesuatu yang melintas di hadapannya. Seekor kuda putih tengah menyeret keranjang besar berisi seorang laki-laki berumur.
"Siapa laki-laki tua itu? Mengapa kamu menyeretnya?" Pangeran Zal bertanya penasaran.
Kuda putih itu menjawab santai, "Laki-laki tua ini dulu adalah majikanku. Ia sangat pemalas dan suka sekali memerintah dengan suara keras. Setiap hari kerjanya hanya tidur. Ia jarang menggunakan kakinya untuk berjalan. Akibatnya sekarang otot-otot kakinya kendur dan melemah. Mulutnya terkunci tidak bisa bicara."
Sontak Pangeran Zal jenggirat bangun. Lalu dengan sigap ia mendekati kedua pengawalnya.
"Pengawal! Mari kita melanjutkan perjalanan!"
***
Beberapa waktu kemudian.
Pengembaraan Pangeran Zal dan dua pengawalnya telah menempuh jarak cukup jauh. Suatu petang mereka menemukan sebuah gubuk tua di tepi hutan. Gubuk itu tidak berpenghuni. Rombongan kecil itu memutuskan untuk beristirahat dan menginap barang semalam di sana.
Tapi baru saja melepas lelah, mereka dikejutkan oleh suara riuh disertai derap kuda melintas di depan gubuk.
"Apa yang terjadi? Mengapa pasukan berkuda masuk ke dalam hutan?" Pangeran Zal bergumam seraya mengintip lewat lubang dinding gubuk yang terbuat dari anyaman bambu.
Mendengar gumaman itu salah satu dari pengawal yang berdiri di samping Pangeran memberi tahu.
"Menurut kabar yang beredar, di dalam hutan sana ada seorang putri yang disekap oleh nenek sihir. Bisa jadi pasukan berkuda tadi adalah para pangeran yang berniat membebaskan sang putri."
Pangeran Zal termenung sejenak. Ia berpikir, mengapa dirinya tidak ikut serta membebaskan sang putri yang disekap nenek sihir?
"Pengawal! Besok kita berangkat masuk hutan!"
***
Esoknya, sembari berjalan beriringan, salah seorang dari pengawal melanjutkan bercerita.
"Arhaz adalah penyihir paling ditakuti di seantero negeri. Ia memiliki senjata ampuh berupa apel merah yang mengandung racun mematikan. Berabad-abad silam, ia pernah menyandera putri cantik yang akhirnya berhasil dibebaskan oleh seorang Pangeran.
Waktu itu Arhaz sempat mati suri akibat kutukan yang berbalik ke dirinya sendiri. Kutukan itu berbunyi; Saat cinta sejati datang dan ciuman Pangeran mendarat, maka kekuatan sihirmu akan minggat!"
Pangeran Zal menyimak kisah yang dituturkan oleh sang pengawal. Dalam hati ia membayangkan, kali ini dirinya-lah yang berhasil membebaskan sang putri yang disandera itu.
Tengah hari perjalanan mereka sampai juga di tengah hutan. Dan, Pangeran bersorak kegirangan ketika berpapasan dengan pasukan berkuda yang berbalik arah dengan tangan kosong.
Setelah menerobos semak dan belukar, mereka menemukan gubuk yang ditempati oleh penyihir Arhaz. Pangeran Zal sudah tidak sabar lagi ingin segera membebaskan sang putri yang konon tersandera itu.
Tanpa pikir panjang Pangeran Zal masuk menerobos ke dalam gubuk yang dipenuhi sarang laba-laba. Langkahnya pun berubah mindik-mindik ketika dilihatnya sesosok perempuan berambut panjang tertidur pulas di atas ranjang tua.
"Putri, aku datang untuk membebaskanmu." Bisik Pangeran begitu sampai di tepi ranjang. Ia lantas mendekatkan wajah dan perlahan memejamkan mata.
Melihat itu kedua pengawal yang menyusul masuk ke dalam gubuk sontak berseru lantang.
"Pangeran, tunggu! Itu bukan Tuan Putri. Itu ne..."
Sudah terlambat.
Kecupan Pangeran sudah kadung mendarat di bibir si penyihir Ahraz.
***
Malang, 26 Oktober 2022
Lilik Fatimah Azzahra
NB: Ide cerita dari percakapan manis antara penulis dan kompasianer Dewi Noviantoko/ Dewi Leyly di FB.
Selamat Ulang Tahun ke-14 Kompasiana. Tetaplah menjadi platform blog dan ruang publikasi online terbaik ❤️❤️.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H