"Dongengnya Pangeran Kodok lagi, ya, Bu!"Â Pinta Aisyah renyah.
Seperti malam-malam sebelumnya aku tak kuasa menolak permintaan bocah itu. Mendongenginya sebelum beranjak tidur.
Ya, Aisyah. Ia terlalu berharga bagi hidupku. Menyenangkan hatinya meski harus mengulang dongeng itu-itu juga, bagiku adalah suatu keharusan.
Kukatakan sekali lagi, Aisyah terlalu berharga bagi hidupku. Betapa tidak. Di usiaku yang sudah tidak muda lagi ia hadir sebagai teman, pelipur hati, sekaligus pengusir rasa sepi.
Usai mendengar akhir dongeng Pangeran Kodok favoritnya, Aisyah pun tertidur pulas. Wajahnya yang manis memancarkan cahaya menenangkan.
***
Menatap diam-diam wajah manis Aisyah membuatku kembali terkenang pada masa lalu. Masa di mana aku 'mendapatkan' Aisyah secara begitu tiba-tiba.
Baiklah. Akan kuceritakan satu kisah yang pernah disembunyikan oleh hujan.Â
Suatu senja langit menumpahkan air begitu deras, disertai petir yang menyambar-nyambar. Aku baru saja berniat menutup gerai toko ketika seorang perempuan muda berlari-lari kecil menyeberang jalan, menuju ke arahku. Tubuh perempuan itu basah kuyup sebab ia tidak mengenakan mantel hujan atau payung.
"Bu, boleh saya ikut berteduh sebentar di sini?" Perempuan itu menerobos masuk ke dalam toko, menatapku dengan mata sayu. Tubuhnya menggigil kedinginan.
Penampilan perempuan muda itu sontak mencuri perhatianku. Terutama pada bagian perutnya yang membuncit.