Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki yang Ingin Pulang

30 April 2022   07:14 Diperbarui: 30 April 2022   08:55 555
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by hipwee.com

Lebaran tinggal menghitung hari. Seperti para perantau lain, Diman juga ingin pulang. Menjenguk kampung halaman yang sudah sekian tahun ditinggalkannya.

Hm. Apa kabar ayah yang sering mengomelinya saat ia mangkir mengaji dari rumah Wak Haji Rokhim?

Apa kabar ibu yang kerap membelanya jika ia sedang dimarahi ayah?

Apa kabar Sukesi kecil, adik satu-satunya yang suka diam-diam membantunya mengompres memar di sekujur tubuh akibat lecutan pelepah daun pisang hadiah dari ayah karena kenakalannya?

Sungguh. Ia rindu suasana rumah. Rindu omelan ayah, elusan lembut tangan ibu, juga senyum manis adik bungsunya yang imut dan lucu itu.

"Sebentar lagi azan Magrib tiba, Man. Kita minggir dulu, yuk!" Seruan Azis membuat lamunannya tentang rumah seketika buyar. Ia gegas menepi ke trotoar jalan.

"Petang ini kita gabung sholat di masjid itu lagi, ya. Di sana tersedia banyak takjil." Azis terkekeh kecil. Diman tidak menyahut. Tangannya sibuk melepas resleting baju badut yang seharian dikenakannya.

Sadar kata-katanya tidak mendapat respon, Azis menatap Diman dengan kening berkerut.

"Kau kenapa, Man? Dari tadi kok murung terus?"

"Aku ingin pulang kampung, Zis. Kangen rumah. Tapi masalahnya, mm, aku tidak pegang uang."

Kali ini Azis ikut terdiam.

Azan Magrib membuat keduanya berjalan beriringan. Menuju masjid yang terletak tidak jauh dari tempat mereka berdiri.

***
Ubin masjid yang dingin membuat bibir Diman mengulum senyum. 

Ya, masjid selalu mengingatkannya pada sosok ayahnya yang dulu bertugas sebagai marbot. Sosok lelaki lugu namun tegas dalam mendidik anak.

Sayangnya Diman type anak yang mbalelo. Ia merasa didikan ayahnya terlalu keras. Itulah sebab ketika lulus SMK dan tahu hendak dititipkan ke pondok pesantren milik teman dekat ayahnya, ia memilih kabur ke Jakarta.

Diman pergi meninggalkan kota kelahiran tanpa pamit. Bahkan kepada ibu dan Sukesi yang teramat sangat menyayanginya.

Diman menghilang begitu saja. Ia berangkat pagi-pagi sekali sebelum waktu Subuh. Ketika orang-orang rumah masih tertidur lelap.

Ke Jakarta hanya berbekal nekat. Setelah lontang lantung beberapa hari di jalanan, ia bertemu dengan Azis.

Azis seorang perantau juga. Ia sudah puluhan tahun menetap di ibukota.  Azis tinggal di gubuk liar di sekitar bantaran sungai. Di sanalah Diman akhirnya ikut menampung hidup.

Diman baru menyadari, betapa sulit hidup di kota besar. Apalagi ia tidak memiliki bekal keterampilan apa-apa. Untunglah Diman bersedia mengajarinya banyak hal. Termasuk menjadi pemulung dan pengamen badut.

Suara muazin menyerukan iqomah membuat Diman gegas berwudhu dan memasuki aula masjid. Ia memilih berdiri di sebelah Azis, di barisan paling belakang.

***
"Man, ada program mudik gratis. Kamu sudah kudaftarkan. Besok pagi-pagi sekali bus mudik gratis itu akan berangkat."

Sore itu Azis membawa kabar baik untuk Diman. Sontak Diman yang tengah duduk melamun di pinggir trotoar berdiri dan berucap syukur.

"Sudah bersiap-siap sana! Ini ada sedikit uang tabungan. Pakai saja dulu. Besok-besok kalau kamu sudah balik ke Jakarta --- itu kalau kamu berniat balik,  boleh kamu kembalikan."

Ingin menangis rasanya mendengar ucapan tulus Azis. Diman sampai tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia hanya mampu mengulurkan kedua tangan. Memeluk erat pundak Azis. Orang baik satu-satunya yang ditemuinya di Jakarta, yang selama ini tak segan membantunya.

Usai melepas baju badut yang seharian mengurungnya, Diman gegas pulang ke gubuk di tepi bantaran sungai. Ia ingin waktu segera berlalu. Dan, esok bisa pulang kampung sehari sebelum lebaran tiba.

***
Lamat-lamat suara takbir berkumandang. Membangunkan tidur lelap lelaki muda yang beberapa jam lalu sudah sampai di kampung halaman. 

Aroma wangi opor ayam masakan ibu membuatnya mengembangkan cuping hidung berkali-kali.

Ia meraih handuk yang tersampir pada lengan kursi. Dengan langkah agak terhuyung ia berjalan menuju kamar mandi.

Di ruang makan ia melihat Sukesi. Gadis cilik itu tampak sumringah memamerkan baju baru yang dikenakannya.

Saat berpapasan dengan ayahnya, Diman mengangguk kikuk.

Belum juga sempat masuk ke kamar mandi, terdengar suara ribut-ribut di luar rumah. Beberapa orang menggedor pintu dengan keras.

Ayah Diman berjalan tergopoh ke ruang depan. Memutar anak kunci, membuka pintu, dan kening lelaki tua itu seketika berkerut.

Beberapa orang berseragam berdiri di depan pintu. Salah seorang dari mereka menunjukkan sesuatu.

"Kami mendapat tugas menangkap saudara Diman. Sehari lalu ia terlibat perampokan di sebuah bank di Jakarta."

Di dalam kamar mandi Diman meringkuk diam. Ia tak bisa mengelak atau bersembunyi lagi. Ia pasrah ketika kedua tangannya diborgol menuju kantor polisi.

***
Sementara di tepi bantaran sungai di salah satu sudut Kota Jakarta, saat pulang dari memulung, mata Azis terbelalak. 

Setumpuk uang lembaran seratus ribu ditemukannya di balik lipatan kain sarung kumal miliknya. Ada pesan pendek tertera di atasnya.

"Zis. Beli makanan, sarung dan baju koko baru untuk kamu dan anak-anak di sekitar bantaran sungai ini, yaa. Selamat Hari Raya Idul Fitri."

Azis paham betul, pesan pendek itu ditulis oleh siapa.

***
Malang, 30 April 2022
Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun