Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Pria Kurus dan Anjing Kecil

28 Februari 2022   09:16 Diperbarui: 28 Februari 2022   09:21 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image by www.ko-fi.com

Aku langsung jatuh hati begitu melihat anjing lucu itu, suatu pagi, di bundaran sebuah taman.

Sungguh. Ia anjing kecil yang sangat cantik dengan bulu coklat licin dan mengilat. Mengingatkanku pada karpet yang menghiasi ruang tamu.

"Karpet ini bisa menjatuhkan ibuku kalau kaupasang di sini, Aura!" tegur Sam, suamiku, saat pertama kali aku menggelar benda berbulu lembut itu. Tapi aku mengabaikan teguran Sam. Aku tahu Sam terlalu sibuk untuk mengulang kembali kata-katanya.

Mataku masih belum beralih dari anjing kecil yang melompat-lompat lincah mengitari bundaran taman yang tidak terlalu luas itu.

Seorang pria bertubuh kurus, mengenakan t-shirt putih dan celana pendek abu-abu, erat memegang tali kekang yang melingkar pada leher anjing itu. Ia ikut berlari-lari kecil di belakangnya.

Di putaran ketiga, entah apa yang menyebabkan anjing lucu itu berhenti berlari disertai gonggongan nyaring.

"Anet! Jangan berisik!" Pria kurus berseru mengingatkan. Tapi anjing lucu yang dipanggil Anet itu seolah tidak mendengar. Ia terus saja menggonggong dengan suara keras dan tubuh berguncang-guncang.

"Hush, hush, tenang Anet. Tenanglah. Mengapa tiba-tiba kau sepanik ini? Apakah kau --- melihat sesuatu?" Pria kurus itu berjongkok seraya mengelus lembut punggung Anet. Pada elusan kesekian mendadak pria kurus itu menoleh ke arahku.

"Oh, kau rupanya! Pergilah! Jangan ganggu kami!"

Seketika wajahku berubah memerah padam.

***

Setiba di rumah aku mengunci diri di dalam kamar. Berdiri mematung menghadap cermin. Wajahku pasti masih memerah padam bak buah tomat tersengat matahari. 

Sungguh. Tatapan penuh curiga dan usiran pria bertubuh kurus di taman tadi seolah menamparku.

"Kau keluyuran lagi di area perumahan itu, Aura?" Suara Sam membuatku menoleh.

"Iya, Sam. Maafkan aku. Aku hanya ingin mencari angin." Aku berusaha mencari alasan.

"Dengar Aura. Kemunculanmu, meski kaulakukan di siang hari tetap saja menyebabkan orang-orang yang melihatmu ketakutan!" Sam sedikit menaikkan nada suaranya. Kedua matanya membesar.

Seperti biasa aku tak berani menatap wajah Sam berlama-lama. Apalagi saat dia sedang dikuasai amarah. Otot-otot mata Sam terlalu rapuh menahan gejolak emosional. Mata yang membesar itu, satu per satu akan terlepas.

Benarlah. Mata Sam jatuh menggelinding dan berhenti tepat di ujung kaki meja.

Sam mengeluh --- lebih tepatnya menggerutu. Tubuhnya membungkuk. Dengan gerakan sigap tangannya meraih kembali kedua bola matanya lalu memasangnya asal.

"Kuperingatkan sekali lagi, Aura. Jangan keluar rumah sembarangan!" Sam tegas mengingatkan sebelum kemudian tubuhnya yang tambun raib menembus dinding.

***

Pria kurus dengan anjing kecil bernama Anet?

Aih, mengapa aku masih sibuk memikirkan dua makhluk yang memergokiku di taman itu? Apakah ada sesuatu yang istimewa pada diri mereka?

Ya, kukira ada. Anet dan pria bertubuh kurus itu --- mereka bisa melihatku!

Kembali aku menatap cermin yang menempel pada dinding kamar. Setengah tersenyum aku membatin, bahkan aku sendiri tidak pernah bisa menemukan bayangan wajahku di dalam sana. 

Ah, kukira makhluk halus memang tidak butuh cermin, bukan?

Pikiranku kembali tertuju pada pria kurus dan anjing kecil bersuara serak tapi lucu Itu. Mengapa mereka bisa melihatku?

Pertanyaan itu membuatku melupakan peringatan Sam. Diam-diam aku tergoda untuk keluar rumah lagi. Menyusup perlahan menuju taman di area perumahan elit itu. Melewati jalan rahasia.

***

Ternyata taman sudah sepi. Aku mengempaskan badan di atas rerumputan yang terhampar luas di bawah rindang pohon Akasia. Satu kebiasaan yang kerap kulakukan jika pikiranku sedang kusut.

Angin taman berembus sepoi-sepoi. Menggugurkan daun-daun kering yang sontak menimbulkan rasa kantuk tak tertahankan.

Aku pun terlelap.

Mataku baru terbuka ketika terdengar seseorang bicara dengan suara cukup keras.

"Sudahlah, Nak. Jangan sedih. Mama akan membelikanmu seekor anjing lagi. Yang lebih bagus!"

"Tapi, Ma ... Anet itu anjing paling pintar yang pernah kumiliki. Andai saja pria bertubuh kurus itu tidak menabraknya...."

Terdengar isakan disertai tarikan ingus berkali-kali.

Gegas aku bangkit. Menepis rerumputan yang menempel pada ujung gaun putihku.

Tampak dua orang berbeda usia tengah duduk berselonjor di teras taman, tak jauh dari tempatku berdiri.

"Aku benci pria kurus itu, Ma. Benci sekali! Ia menabrak lari Anet tanpa mau bertanggung jawab." Si bocah masih bertahan dengan air matanya.

"Ya, Mama paham  Tapi Anet kan sudah mati. Ia tidak mungkin hidup lagi. Lagi pula pria kurus itu tidak bakal tenang selama hidupnya. Seseorang yang menabrak hewan piaran tanpa bertanggung jawab pasti akan mendapat kesialan."

Sontak isakan bocah itu terhenti. Sang ibu mengelus kepala anaknya sejenak. Lalu membimbingnya berdiri.

"Yuk, kita pulang!"

***

Sepeninggal mereka, aku tercenung. Teringat kembali kalimat yang diucapkan oleh ibu itu tadi.

Seseorang yang menabrak hewan piaraan tanpa bertanggung jawab, tidak bakal tenang selama hidupnya. Kecuali jika ia merawat atau menguburkan hewan yang ditabraknya itu secara baik-baik.

Mitos atau fakta? Entahlah.

Aku baru saja hendak meninggalkan area taman ketika tiba-tiba pria bertubuh kurus itu muncul lagi. Ia masih berlari-lari kecil di belakang Anet.

Aku berjalan mendekat. Sengaja menghentikan langkah Anet yang lincah. Kali ini wajahku tidak memerah padam lagi. Sebab aku sudah tahu status keduanya.

"Halo, Anet! Bisakah kauberitahu aku? Bagaimana cara pria kurus di belakangmu itu --- mati?"

Anet menyeringai manis. Menunjukkan sederetan giginya yang runcing.

***
Malang, 28 Februari 2022
Lilik Fatimah Azzahra

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun