Kau telah menyia-nyiakan kebersamaan kita, Ken. Suatu saat nanti kau akan menyesal.
Aku mendusin. Tanpa sadar mengutuknya dalam hati seraya memeluk guling erat-erat.
***
Ini memasuki tahun ketiga kami tinggal satu atap di sebuah hunian sederhana. Dan, kutukanku terhadap Ken --- tentang penyesalannya itu, nyatanya belum juga terbukti.
Ken masih tampak baik-baik saja. Menikmati hidupnya sebagai seorang penulis.
"Ken, jadi kapan kau punya waktu mengukir matahari kecil untukku? Paling tidak kehadirannya akan membuat hidupku lebih berwarna, tidak kesepian lagi."Â
Suatu pagi, saat terbangun dari tidur aku mengucapkan kalimat bernada keluh itu seraya mengelus perutku yang masih datar.
Ken yang tengah asyik sarapan dengan tokoh-tokoh dalam novel yang belakangan mesti dirampungkannya, mendengus perlahan. "Kau merasa kesepian, Nis?"
"I-ya."
"Sejak kapan?"
"Sejak --- aih, entahlah! Aku lupa."