Tidak akan cukup waktu berkeliling menelusuri jejak sejarah yang tertinggal di seantero Kota Malang. Sebab jumlahnya sangat banyak. Seperti candi, petilasan, ragam kesenian dan kebudayaan tersebar hampir di seluruh wilayah kota. Tidak heran jika Kota Malang selain dijuluki sebagai kota kembang juga mendapat predikat surganya sejarah.
Bicara mengenai budaya, salah satu budaya adiluhung yang cukup terkenal di Kota Malang adalah kisah Panji. Eits, Panji di sini bukan Panji si petualang itu, yaa. Panji yang ini adalah Panji Asmoro Bangun alias Raden Inu Kertapati. Â
Oh, ya. Saking menyatunya dengan hati masyarakat Malang, kisah Panji ini kerap divisualisasikan dalam bentuk lakon dan tari, yakni Tari Topeng Panji.
Museum Panji History Alive Today
Bertolak dari nama besar Panji sekaligus sebagai upaya melestarikan kearifan lokal seni budaya leluhur itulah Museum Panji didirikan. Pendirinya adalah seorang pemerhati sejarah dan budayawan asal Kota Malang, Dwi Cahyono.Â
Dibangun di atas lahan seluas tiga hektar, Museum Panji telah eksis sejak tahun 2014. Dengan mengusung konsep wisata edukasi, budaya, dan rekreasi.
Tepatnya berada di Desa Slamet, Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Jarak tempuh tidak terlalu jauh dari pusat kota. Hanya berkisar 30 menit.
Minggu kemarin, secara kebetulan saya dan para sahabat melewati Museum Panji yang terkenal itu. Tentu rugi rasanya kalau tidak sekalian mampir.
Memasuki pintu gerbang kami disambut pemandangan asri yang kental bernuansa Jawa. Lamat-lamat gending asmaradhana terdengar mengalun syahdu menyejukkan hati.
Dan, begitu memasuki area gedung kembali mata dimanjakan oleh pemandangan menakjubkan. Puluhan topeng serta wayang berderet seolah berebut memanggil untuk didekati.
Yup. Museum Panji memang merupakan museum terlengkap yang mengoleksi beragam wayang dan Topeng Malangan. Mulai dari wayang kulit hingga wayang golek.Â
Oh, ya. Tersedia pula aula berukuran cukup luas untuk pementasan wayang atau tari topeng pada hari-hari besar tertentu.
Semisal Ruang Sastra khusus menyimpan benda-benda antik yang berhubungan dengan kesusasteraan Jawa. Batu-batu prasasti pipih dan kitab-kitab kuno dalam huruf Pallawa serta huruf Arab, juga lembaran batu prasasti menghiasi ruangan ini. Lengkap dengan penjelasan detailnya.
Beraneka koleksi lain peninggalan zaman prasejarah juga terpampang rapi di sana. Mulai dari prasasti batu tulis, arca, fosil, keramik antik, gerabah peninggalan Kerajaan Majapahit, hingga potret dapur masyarakat Jawa tempoe doeloe.
Menjajagi satu persatu area museum membuat kaki tak terasa terus melangkah. Maka sampailah kami di satu area yang tak kalah unik dan menarik. Yakni bagian tengah museum di mana lahan yang disediakan sengaja dibangun menurun menyerupai gua bawah tanah.
Area ini dikhususkan untuk sederetan diorama yang menggambarkan perang antara kerajaan Tumapel dan Kerajaan Kediri. Perang ini Kemudian dikendalikan sebagai "Perang Genter".Â
Di lokasi ini saya sempat terpekik kaget saat melihat patung-patung yang berdiri di pojok area diorama. Sungguh, awalnya dari jauh patung-patung itu tampak hidup!
Sayangnya, kunjungan seru ke Museum Panji siang itu harus segera berakhir. Meski dalam hati saya sempat berandai-andai. Andai saja langit tidak terburu disaput mendung, ingin rasanya saya duduk berlama-lama menikmati suasana hening bersama patung-patung unik itu. Dan, nganu, siapa tahu mereka berkenan membawa saya menerobos lorong waktu. Ups!
***
Malang, 03 Februari 2021
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H