"Berkaca mulu. Narsis amat! Awas cerminnya pecah!"Â
Seorang istri menegur suaminya yang pagi-pagi sudah sibuk mematut diri.
"Lah, situ juga. Dari tadi selfa-selfi. Itu juga narsis, tahu!" Sang suami berseru tidak mau kalahÂ
Dan, perdebatan kecil itu sepertinya tidak perlu berlanjut.
Narsis dalam Batas Wajar
Tidak dipungkiri nyaris dari kita pernah berperilaku narsis. Entah itu disengaja atau tidak.
Sebagai contoh. Saat melewati area parkir tidak sengaja kita melihat spion mobil entah milik siapa. Spontanitas kita mengintip spion tersebut untuk sekadar merapikan rambut, hijab, atau tersenyum-senyum kecil.
Atau, pas lewat di depan sebuah toko atau mall yang memiliki cermin besar, tahu-tahu kaki berhenti melangkah. Bukan untuk melihat-lihat barang yang tengah dipajang, melainkan melirik diri sendiri apakah masih rapi ataukah sudah berantakan.
Narsis berselfi ria pun demikian. Rasa-rasanya tidak afdol jika tidak mengabadikan wajah kita sendiri setiap mengunjungi suatu tempat. Cekrek!
Jangan khawatir. Perilaku narsis di atas masih tergolong wajar. Setiap orang berhak untuk menyenangkan diri. Yang penting saat melakukan tindakan narsis itu tidak berpotensi merugikan atau mengganggu kenyamanan orang lain
Kategori Narsis
Ternyata perilaku narsis dibedakan menjadi 2 kategori, loh. Yakni Narsis Positif dan Narsis Negatif.
Waduh, memang ada ya, narsis positif?Â
Ada!Â
Menurut penelitian yang pernah dilakukan oleh Queen's University Belfast, yang diterbitkan dalam jurnal Personality and Individual Differences dan European Psychiatry disebutkan, narsis positif (grandiose narcissist) adalah narsis yang mampu menyebabkan seseorang bermental lebih kuat, mengurangi gejala stres dan gangguan depresi.
Kok bisa?Â
Begini. Seseorang yang sedang berlaku narsis, diketahui doparmin di dalam tubuhnya meningkat drastis.
Eits, apa itu dopamine?Â
Dopamine adalah hormon yang memicu timbulnya "perasaan baik". Hormon bahagia ini bersama endorfin disinyalir sebagai neurotransmitter yang sangat penting dari sistem kinerja otak.Â
Trus Narsis Negatif?
Masih menurut pakar dari Queen's school of psychology,--Dr. Papageorgiou, narsis negatif (vulnerable narcissist) adalah narsis yang cenderung lebih defensif dan memandang perilaku orang lain sebagai rival.Â
Waduh.
Ngomong-ngomong, kedua narsis tersebut di atas kira-kira berbahaya tidak?Â
Jelas berbahaya dong. Perilaku narsisme jika tidak dikendalikan cenderung mengubah seseorang mengidap Narcissist Personality Disorder (NPD).Â
Duh, apa pula itu Narcissistic Personalily Disorder?
Dijabarin, yaa.Â
NPD adalah gangguan psikologis ketika seseorang memiliki rasa percaya diri yang berlebihan (over) demi untuk mencapai kepentingan pribadinya.
Trus gejala-gejala NPD?
Dilansir dari laman Mayo Clinic gejala gangguan NPD adalah sebagai berikut:
1. Rasa percaya diri yang berlebihan.
2. Mengharap pengakuan sebagai superior meski tanpa prestasi.
3. Sibuk dengan fantasi tentang kesuksesan, kekuasaan, kecerdasan, kecantikan atau pasangan yang sempurna.
4. Yakin bahwa dirinya lebih unggul dibanding orang lain dan hanya dapat dipahami oleh atau asosiasi dengan orang-orang khusus.
5. Mengambil keuntungan dari orang lain untuk mendapatkan apa yang diinginkan.
6. Cenderung negative thinking
7. Berperilaku dengan cara yang arogan atau sombong sesuai dengan pemahamannya sendiri.
Nah, bagaimana? Intinya segala sesuatu jika dilakukan secara berlebihan akan berakibat tidak baik. Bisa jadi merugikan diri sendiri atau orang lain.
Jadi nganu, narsis boleh. Kebablasan jangan!
Salam sehat.
***
Malang, 15 Desember 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H