"Kenapa, Ry?" Arsyad menyentuh punggung Ryanti perlahan. "Apakah ini berkenaaan dengan tempat mengajarmu yang baru?"
"Bukan, Ar...ini tentang kisah hidupku."
"Aku siap mendengarkan, apa pun itu." Arsyad menatap Ryanti dengan mata teduh. Ia tahu, gadisnya itu tengah dilanda gundah.
"Trims, Ar," Ryanti tertunduk sejenak. Tampak jelas keraguan menyelimuti raut wajahnya.
"Ry, kau bisa mengandalkanku." Arsyad berdiri. Menyentuh pundak kekasihnya sebagai tanda ia siap memberi dukungan.
"Baiklah. Aku akan bercerita padamu. Tapi---aku tidak bisa menjamin. Setelah mendengar kisahku ini nanti, apakah kau masih tetap ingin menikah denganku atau tidak."
"Kau terlalu mengkhawatirkan sesuatu yang belum terjadi, Ry. Kau tidak percaya kesungguhanku mencintaimu?" Arsyad kembali duduk. Â Ryanti menghela napas panjang.
Lalu berkisahlah gadis itu.
Â
***
Dua puluh dua tahun silam.
Tubuh yang pingsan di bilik berdinding papan itu ditemukan oleh Mbak Yun. Suara tangis bayi membuat perempuan yang telat menikah itu dicekam kebingungan. Ia harus menolong siapa dulu---Astuti atau bayinya?
Beruntung sore itu Bang Rahman datang berkunjung. Itu hari terburuk yang pernah mereka alami. Astuti harus dirawat di Rumah Sakit karena mengalami depresi. Dan bayinya, mau tidak mau Mbak Yun-lah yang harus merawatnya.