Suatu malam saya bermimpi. Gaun panjang yang saya kenakan terbakar api pada bagian ujung-ujungnya.
Mimpi itu membuat saya terbangun dan dihinggapi rasa gelisah. Saya jadi teringat kata-kata para sesepuh, jika seorang istri bermimpi demikian---baju atau pakaiannya terbakar itu suatu pertanda bahwa akan atau telah terjadi sesuatu di dalam kehidupan rumah tangganya.
Terjadi sesuatu? Mendadak dada saya berdebar-debar.
Untuk mengusir kegelisahan yang kian mengusik, saya memutuskan beranjak dari tempat tidur, mengambil air wudhu lalu melaksanakan sholat sunah tahajud dua rakaat.
Ketiga anak saya masih tertidur pulas di kamar masing-masing. Kecuali anak nomor dua yang mendadak ikut terbangun karena mendengar air kran di kamar mandi masih mengucur.
"Mama tidak tidur?" Bocah lanang usia tujuh tahun itu mendekati saya yang baru usai melaksanakan sholat dan masih menggelar sajadah di ruang tengah. Saya mengangguk.
"Masih tengah malam, Le. Kamu tidur saja lagi, gih," saya mengingatkan seraya menyentuh kepalanya dan mengelus lembut rambutnya yang sedikit gondrong.
Anak lanang tidak menyahut. Ia malah meletakkan kepalanya di atas pangkuan saya.
Malam kian meluruh. Menjatuhkan hening di atas atap-atap rumah penduduk yang pulas dibuai mimpi.
"Ma, Papa ke mana, kok lama nggak pulang-pulang?" Anak lanang kembali bertanya. Kali ini dengan suara pelan.
"Papa ada tugas di luar kota, Le. Mungkin besok pagi sudah pulang. Kamu kangen, ya?"
Percakapan di tengah malam itu terhenti sampai di situ, tersebab mendadak pandangan kami tertuju pada sebuah benda aneh. Benda semirip gelang yang dilingkari oleh api. Dan benda aneh itu berputar-putar tiada henti di ruang tamu.
"A-pa itu, Ma?" Anak lanang beranjak dari pangkuan sembari memegang erat lengan saya. Saya tertegun, tidak mampu menjawab sepatah kata pun. Saya tetap duduk diam mematung di atas sajadah seolah terhipnotis.
Sementara benda aneh tak dikenal itu terus saja berputar-putar di ruang tamu seperti gasing.
Sampai kemudian tiba-tiba anak lanang berdiri dan berlari ke arah pintu yang menjadi pembatas antara ruang tengah dan ruang tamu. Tangannya yang mungil tergopoh menggeser daun pintu yang terbuat dari kaca. Sekuat tenaga.
Bersamaan dengan itu benda aneh yang dikitari bola api itu, yang masih berputar-putar di ruang tamu meluncur cepat ke arah kami.
Duuuuuaaaar...!!!
Bola api menabrak pintu kaca yang sudah tertutup rapat dan terpental jauh entah ke mana.
Sontak saya tersadar. Lalu berdiri. Gegas memeluk anak lanang yang bersandar pada dinding.
"Astagfirullah halazim. Kamu tidak apa-apa, Le?" Saya mendekapnya kuat-kuat. Sekujur tubuh saya mendadak gemetar hebat.
Saya bersyukur anak lanang dalam keadaan baik-baik saja. Ia bahkan terlihat jauh lebih tenang dibanding diri saya.Â
Saat melihat ibunya masih berdiri gemetar, anak lanang mengulurkan tangan. Lalu tanpa berkata apa-apa ia membimbing saya masuk ke dalam kamar tidur.
Di atas pembaringan dada saya masih terguncang, terasa penuh.Â
Ya, Allah. Apakah kejadian malam ini ada hubungannya dengan mimpi gaun yang terbakar tadi?
Tiba-tiba saya dikejutkan oleh suara yang berbisik lamat-lamat di telinga saya.
"Tenang sayang. Ini baru permulaan..."
***
Malang, 11 Oktober 2020
Lilik Fatimah Azzahra
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H