Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Profesi Tukang Bangunan dan Kutukan WC Mampet

20 Juli 2020   17:48 Diperbarui: 20 Juli 2020   17:37 378
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Waduh, WC mampet! Bagaimana ini?!"

Suatu pagi saya berseru panik. Sekaligus bingung. 

Panik; ternyata saat mengalami WC mampet, mendadak pelengkap kamar mandi itu berubah menjadi barang yang begitu istimewa. Bayangkan kalau tidak segera ditangani, sewaktu-waktu kebelet BAB atau sakit perut bagaimana? Memangnya bisa ditahan atau ditangguhkan?

Bingung; saya tidak tahu mesti berbuat apa. Saya hanya bisa menduga-duga, jangan-jangan septictank kondisinya sudah penuh. 

Nah, jika dugaan saya benar, berarti solusi satu-satunya adalah septictank harus segera dikuras. 

Maka hari itu juga saya gegas mencari jasa penyedot WC. 

Sampai di sini semua berjalan lancar. Septictank sudah beres, sudah dikuras tuntas. Saatnya mencoba apakah WC sudah tidak mampet lagi.

Tapi, ketika diuji coba, meski berkaleng-kaleng air ditumpahkan, ternyata air masih tidak mau mengalir, dan WC masih mampet!

Duh, ada apa gerangan?

Sebagai seorang awam, saya cuma bisa menduga-duga (lagi). Barangkali paralonnya mengalami aus, retak, pecah, atau...

Duh, bagaimana ini. Kalau benar paralonnya yang bermasalah, ribet deh. Mesti bongkar-bongkar total. Padahal paralon sepanjang 14 meter itu selama bertahun-tahun sudah tertanam dan tertutup semen di bawah ubin.

Apa yang harus saya perbuat? Otak saya mendadak buntu.

Oh, iya, kenapa tidak panggil tukang bangunan saja? Ok. Dengan diantar oleh sahabat, saya segera berburu mencari keberadaannya.

Ternyata menemukan tukang bangunan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kalau toh orangnya ada, waktu luang mereka yang tidak ada. Kebanyakan dari para tukang bangunan itu sibuk mengerjakan proyek yang kejar tayang. Sementara saya merasa sedang berada dalam zona emergency. Hidup tanpa WC? Sungguh amat sangat mengerikan!

Sampai akhirnya, setelah berburu ke sana ke mari sahabat saya berhasil menemukan seorang tukang bangunan. Dan, kepada tukang bangunan inilah harapan terakhir saya gantungkan.

Tukang Bangunan Juga Butuh Skill

Apa kabar WC mampet? 

Setelah closet leher angsa dibongkar paksa, diketahui ternyata tersumbat oleh sesuatu. Saya pun bernapas lega. Meski harus mengganti closet baru, tidak jadi soal. Yang penting tempat untuk "bersemedi" dan menggali ide telah kembali. (Nganu---kadang ide menulis saya dapatkan secara tidak sengaja di tempat ini).

Tapi kelegaan tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Selang satu bulan kemudian, WC tidak bisa dipakai lagi. Mampet lagi. Saya pun, stres lagi!

Apakah saya sedang menghadapi semacam kutukan?

Entahlah. Sembari prembik-prembik saya menghubungi anak-anak via telpon. Menyampaikan kejadian tidak mengenakkan yang terulang kembali.

Tentu saja anak-anak merasa heran. Kok bisa WC baru saja dibenahin sudah bermasalah lagi?

Dugaan kembali bermunculan. Kali ini mengarah kepada hujan bulan Juni yang tercurah deras hampir di setiap hari. Bisa saja septictank---yang kala itu semennya masih basah, mengalami kebocoran. Membuat air hujan merembes masuk ke dalamnya.

Tuh, kan. Jadi menyalahkan hujan!

Saling menyalahkan ternyata bukanlah solusi terbaik. Lantas harus bagaimana? Yaa, mau tidak mau harus menghubungi tukang bangunan lagi.

Seorang teman bersimpati atas musibah yang saya alami ini. Ia bersedia membantu mencarikan tukang bangunan yang menurutnya, sudah sangat berpengalaman. Saya gembira mendengarnya. Dan, di hari yang ditentukan tukang bangunan yang dimaksud menepati janji datang ke rumah saya. 

Si tukang bangunan mendengarkan penuturan saya dengan seksama. Setelah paham kejadiannya ia mulai memeriksa keadaan kamar mandi dengan cermat dan teliti.

Sembari membuntutinya, iseng-iseng saya bertanya kepada si tukang bangunan, "Masnya nggak apa-apa---maksudku tidak jijik menangani WC mampet?"

"Tidak apa-apa, Bu. Saya sudah terbiasa menangani hal -hal seperti ini."

Duh, saya terharu mendengarnya. Lantas saya persilakan ia melanjutkan pekerjaannya. Sebentar kemudian terdengar bunyi mesin pemotong ubin menggerung. Closet leher angsa siap dibongkar kembali.

Tidak sampai satu jam pekerjaan pun beres. Hasilnya diperiksa dengan teliti. Mulai dari air yang mengalir ke dalam septictank---sudah lancar apa tidak. Hingga kondisi kedalamannya.

Alhamdulillah, air mengalir dengan sangat lancar. Septictank pun keadaannya baik-baik saja. Masih jauh dari kata penuh.

Lalu apa penyebab mampet sampai harus bongkar pasang closet lagi?

Menurut penjelasan si Mas, closet yang dipasang oleh tukang sebelumnya, posisinya kurang pas. Terlalu berdekatan---entah dengan apa, saya lupa karena saking gembiranya. Yang saya ingat hanya penjelasan bahwa pemasangan closet harus tepat. Harus ada sela untuk memberi ruang agar sirkulasi air berjalan lancar.

Sumber:pdfslide.net
Sumber:pdfslide.net

Dari penjelasan tersebut saya jadi paham. Berprofesi apa pun, tak terkecuali tukang bangunan harus memiliki skill, perhitungan yang matang, kecermatan, dan ketelitian agar tidak bekerja dua kali.

Dan, pemahaman saya merembet ke perenungan. Sungguh, besar nian jasa para tukang bangunan itu. Mereka bekerja dengan setulus hati. Bahkan sampai mengabaikan rasa jijik dan sebagainya. 

Tidak terbayangkan, bukan? Semisal tidak ada mereka---tukang bangunan itu, mungkin saya belum terlepas dari kutukan WC mampet!

***

Malang, 20 July 2020

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun