Duh, bagaimana ini. Kalau benar paralonnya yang bermasalah, ribet deh. Mesti bongkar-bongkar total. Padahal paralon sepanjang 14 meter itu selama bertahun-tahun sudah tertanam dan tertutup semen di bawah ubin.
Apa yang harus saya perbuat? Otak saya mendadak buntu.
Oh, iya, kenapa tidak panggil tukang bangunan saja? Ok. Dengan diantar oleh sahabat, saya segera berburu mencari keberadaannya.
Ternyata menemukan tukang bangunan tidak semudah membalikkan telapak tangan. Kalau toh orangnya ada, waktu luang mereka yang tidak ada. Kebanyakan dari para tukang bangunan itu sibuk mengerjakan proyek yang kejar tayang. Sementara saya merasa sedang berada dalam zona emergency. Hidup tanpa WC? Sungguh amat sangat mengerikan!
Sampai akhirnya, setelah berburu ke sana ke mari sahabat saya berhasil menemukan seorang tukang bangunan. Dan, kepada tukang bangunan inilah harapan terakhir saya gantungkan.
Tukang Bangunan Juga Butuh Skill
Apa kabar WC mampet?Â
Setelah closet leher angsa dibongkar paksa, diketahui ternyata tersumbat oleh sesuatu. Saya pun bernapas lega. Meski harus mengganti closet baru, tidak jadi soal. Yang penting tempat untuk "bersemedi" dan menggali ide telah kembali. (Nganu---kadang ide menulis saya dapatkan secara tidak sengaja di tempat ini).
Tapi kelegaan tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Selang satu bulan kemudian, WC tidak bisa dipakai lagi. Mampet lagi. Saya pun, stres lagi!
Apakah saya sedang menghadapi semacam kutukan?
Entahlah. Sembari prembik-prembik saya menghubungi anak-anak via telpon. Menyampaikan kejadian tidak mengenakkan yang terulang kembali.