Yup, benar! Mereka memang saudara kembar.
Awalnya aku menikahi Anisa terlebih dulu. Lalu selang beberapa bulan kemudian, aku harus menikahi Alisa juga. Tentang hal menikahi Alisa, kuakui, aku telah bertindak ceroboh---atau lebih tepatnya aku telah melakukan sebuah kesalahan besar.Â
Aku meniduri Alisa, di suatu malam.
Kronolgi kejadiannya seperti ini. Ketika pulang dari luar kota, aku didera kelelahan yang amat sangat. Dan sedikit mabuk. Sebab sebelum pulang, kami---aku dan beberapa teman relasi kerja mengadakan pesta perpisahan di sebuah diskotek dengan minum minuman beralkohol.
Saat dalam keadaan mabuk itulah aku tidak menyadari bahwa perempuan yang tengah tidur di atas sofa ruang tamu itu adalah Alisa, adik iparku.
Malam itu aku lalai. Benar-benar lalai. Aku baru menyadari kekeliruanku setelah Anisa, istriku berdiri memergoki perbuatan tidak senonohku.
"Kau harus menikahinya, Untung. Malam ini juga!"
Lalu dipanggilnya sesepuh desa untuk menikahkan kami berdua. Aku dan Alisa. Tanpa ada kemeriahan pesta.
"Kau terlalu lama tertegun, kisanak. Sekarang katakann apa tujuanmu menghadapku?" Malaikat Maut menegurku. Aku tersadar dari lamunan panjang. Kutegakkan lagi kepalaku. Lalu mulai menyampaikan maksud kedatanganku.
"Saya hanya ingin mengajukan pertanyaan, Tuan Malaikat. Siapa Sebenarnya---salah satu dari kedua perempuan itu yang telah membunuh saya? Anisa atau Alisa?"Â
Sejenak Malaikat Maut memicingkan mata. Lalu tersenyum.