"Jadi menurutmu ucapan oknum polisi itu?"Â
"Jangan memancing-mancingku, Jhon. Tapi kalau boleh jujur, kasus ini terasa agak janggal. Maksudku---selain terlalu lama penangannya, juga...ah, sudahlah, toh pihak polisi sudah berupaya sekuat tenaga untuk menangkap siapa pelakunya. Dan kita patut mengapresiasi itu."
***
Sepeninggal Jhon, aku kembali menyimak berita yang sepekan ini hampir memenuhi halaman surat kabar di seluruh penjuru kota. Sekadar untuk memastikan, bahwa dugaanku selama ini tidak terlalu jauh melenceng.
Sejak peristiwa itu terjadi, yakni tragedi penyiraman air keras terhadap seorang penyidik berpangkat Komisaris itu menguar, otakku secara refleks ikut bekerja. Parahnya lagi, aku meyakini bahwa kasus ini bukan sekadar isu balas dendam pribadi seperti yang sengaja diucapkan oleh oknum polisi yang tertangkap itu.
Kukira persoalannya lebih dari itu.Â
Ada sesuatu yang ingin dicegah.Â
Entah apa. Tapi aku yakin itu pasti ada.
Aku teringat, beberapa waktu lalu sempat membicarakan hal ini bersama Jhon, saat kami duduk berdua menikmati secangkir teh di balkon apartemenku.
"Masih ingat kasus penyiraman air keras itu kan, Jhon?" aku memulai pembicaraan. Jhon terdiam sejenak. Lalu mengangguk.
"Kukira, seperti kasus-kasus yang menimpa para pemerhati HAM sebelumnya, kasus ini juga akan dibekukan karena polisi tidak mampu mengungkap siapa pelakunya," Jhon menimpali dengan wajah dingin.