Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel [17] Goodbye Nightmare! | Ketika Cinta Harus Memilih

27 Desember 2019   14:58 Diperbarui: 27 Desember 2019   15:01 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: twenty20.com

Bag-17

Ketika Cinta Harus Memilih

--------

Di ruang bawah tanah.

Laquita masih menggigil di pojok ruangan. Sementara dua pria bertopeng yang mengaku sebagai Jeremy masih saling menatap. Keduanya sama-sama diam. Tak satu pun dari mereka mengatakan sesuatu.

Sampai akhirnya Laquita tidak mampu lagi menahan perasaannya.

"Kalian berdua! Telah membuatku gila!"

Kedua pria bertopeng itu masih membisu.

"Lubo. Bisa kau bukakan pintu papan itu untukku? Aku ingin pergi," Laquita menatap Lubo memelas. Meski ia selalu ketakutan melihat tampang lelaki itu, tapi ia berpikir hanya dialah satu-satunya yang bisa membebaskan dirinya dari tempat mengerikan ini.

"Tidak, Lubo. Tahan dulu!" salah seorang yang mengaku Jeremy akhirnya berseru.

"Benar Lubo! Biarkan Quit menentukan pilihannya terlebih dulu. Bukan begitu---Jeremy palsu?" seorang Jeremy lain menimpali.

Lubo tercenung. Pria berwajah rusak itu sepertinya ikut menikmati momen langka yang kini tengah terjadi di hadapannya. Dua orang pria bertopeng mengaku sebagai Jeremy. Sungguh, itu membuatnya ikut berpikir keras sekaligus penasaran.

Yang mana dari kedua pria bertopeng itu yang Jeremy asli?

"Quit. Tentukan sekarang pilihanmu," Laquita mendengar teguran lembut itu.

"Benar sekali Quit. Jika kau tidak melakukannya, maka..."

"Maka kau akan mati, Nona!" Lubo menyahut lantang.

"Tutup mulut lancangmu, Lubo! Aku bisa membuat wajahmu menjadi lebih mengerikan jika kau tidak berhati-hati dengan kata-katamu," salah satu Jeremy mendengus. Mengepalkan tinjunya ke arah wajah Lubo.

Lubo terkekeh.

"Quit! Kau mendengarku, bukan? Aku Jeremy..."

"Quit! Kau masih ingat pertama kali kita bertemu? Kau mengenakan gaun hijau tosca dengan petticoat menggelembung. Cantik sekali..."

"Quit. Pesta dansa di malam itu---Masquerade Party Ball, kau pasti belum melupakannya, bukan?"

"Diamlah kalian!" Laquita menghentakkan kedua kakinya. Gadis itu telah sampai di ambang keputusasaan. Dan tiba-tiba saja kedua matanya merah menyala. 

Lubo yang berdiri paling dekat dengannya sempat terperangah.

"Quit...Laquita...dengar aku," salah seorang Jeremy berusaha menenangkannya. Laquita bergeming.

"Quit...menangislah di dadaku," seorang lagi merentangkan tangan siap merengkuhnya.

Laquita tetap tak bereaksi. Ia masih berdiri gemetar menatap dua sosok kembar di hadapannya.

Sampai semua dikejutkan oleh suara erangan. Erangan hebat yang disertai dengan bunyi gedebum.

Laquita pingsan.

***

Tergopoh Lubo menggotong tubuh ramping Laquita ke atas ranjang. Sementara kedua Jeremy hanya berdiri terpaku mengawasinya.

"Kau tentu senang bisa membuat gadis itu nyaris gila," salah seorang dari pria bertopeng itu bicara.

"Bukankah itu lebih baik? Jika ia benar-benar gila, tak ada lagi persaingan di antara kita."

"Kau keliru. Aku akan tetap menginginkannya. Sampai kapan pun!"

"Kau jangan mengigau. Kau tahu apa yang akan terjadi padamu jika berani menyalahi keputusan itu?"

"Sejak aku memilih menjadi diriku sendiri, aku sudah siap menghadapi segala risikonya."

"Kau keras kepala. Berikan ia padaku!"

"Tidak! Aku tahu apa yang akan kau lakukan pada gadis itu. Sampai kapan pun aku tidak sudi melepasnya untukmu!"

Pembicaraan panas dua pria berpenampilan kembar itu terhenti begitu mendengar Lubo berteriak keras.

"Astaga! Gadis ini sepertinya sudah---mati!"

***

Secepat kilat salah seorang dari Jeremy menghambur menuju ranjang. Tanpa memedulikan Lubo, ia memeluk Laquita, mengguncang-guncangkan tubuhnya yang dingin dan kaku.

Sedang Jeremy yang satunya lagi masih berdiri membisu.

"Quit...aku tahu ini sangat berat bagiku. Tapi aku harus melakukannya," Jeremy yang tengah berada di samping Laquita berbisik. Perlahan pria bertopeng itu menunduk, mengangkat kedua tangannya ke belakang kepala. Lalu menarik tali yang mengikat topengnya dengan hati-hati.

Jantung Lubo berdebar keras. Sudah lama pria berwajah rusak itu ingin mengetahui bagaimana wajah orang yang selama ini dipertuankannya---yang ia panggil dengan sebutan Big Boss.

Apakah ia memiliki wajah sama rusaknya dengan dirinya?

Mendadak wajah yang kini tidak bertopeng itu menoleh ke arah Lubo. Lubo terpekik.

Wajah itu---tidak memiliki bentuk. Semirip tengkorak. Tidak berdaging. Hidungnya hanya berupa lubang menganga. Lebih mengerikan dari wajah yang dimiliki Lubo.

Selanjutnya wajah mengerikan itu menunduk perlahan ke arah leher Laquita. Mendekatkan bibirnya dengan napas memburu.

Mendadak sebuah hantaman telak mengenai tengkuk sosok yang siap menghisap leher Laquita itu. Membuatnya jatuh tersungkur di atas lantai.

Dan, Lubo terkesiap. Ia mundur beberapa langkah.

Mahluk apa barusan yang melesat di hadapannya dan berhasil menembus pintu papan yang terkunci rapat itu? 

Lubo semakin terperangah saat menyadari ada yang hilang. 

Laquita. Gadis itu lenyap tak berbekas!

Bersambung....

***

Malang, 27 Desember 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Kisah sebelumnya : Novel 16

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun