"Melepas topeng? Bukankah dulu kau pernah bilang, jika salah satu dari kita melanggar kesepakatan berarti hubungan tidak bisa dilanjutkan," ia membayangkan Laquita berkata seperti itu. Menyanggahnya habis-habisan sembari melototkan matanya yang bagus.
Saat membayangkan sedang menikmati kemarahan Laquita itulah mendadak segerombolan anak muda mengepungnya. Membuyarkan khayalan indahnya bersama Laquita.
Dan ia tak berkutik ketika salah seseorang dari anak muda itu membekap mulutnya menggunakan sapu tangan basah.
Laquita, andai kau tahu siapa aku sebenarnya. Apakah kau akan tetap mencintaiku?Â
Ia masih sempat melanjutkan lamunannya. Bahkan ketika matanya mulai terasa perih akibat gas air mata yang disemprotkan seseorang tepat di kedua matanya, ia tetap saja melamunkan Laquita.
Braaakkk!
Pintu kamar terkuak lebar. Dua orang pria masuk.
Sama seperti dirinya. Mereka mengenakan penutup wajah.
"Selamat datang di markas darurat kami, Jeremy," suara berat menyapanya. Jeremy mengangkat bahu. Ia sama sekali tidak terkejut dengan kedatangan orang-orang bertopeng itu.
Dengan tenang Jeremy menyandarkan punggungnya pada tembok kamar yang lembab dan berlumut.
"Sudah kuduga. Kalian pasti akan terus mengejarku," Jeremy tersenyum. Senyum kecut yang dipaksakan.