Sejenak pandangannya beralih ke arah jendela. Sesuatu membuatnya berdiri. Mendekati jendela.
Perlahan tangannya mendorongnya kaca jendela yang memburam. Seperti halnya pintu, jendela itu sama sekali tidak bergerak.
Dikembangkannya telapak tangan kanan lebar-lebar, mengukur luas bingkai jendela. Ia mengernyit alis. Perkiraan luas hanya 3x2 jengkal tangan. Itu jelas tidak mungkin untuk bisa meloloskan tubuhnya yang kekar dari penjara kamar pengap ini.
Pria itu mendesis. Melampiaskan kekesalannya.
Tak ada jalan keluar lagi. Ia mengumpat dalam hati seraya meraba-raba pinggangnya. Mencari-cari ponsel dan tas kecilnya. Raib!
Disita-kah? Tapi oleh siapa?
Pria itu tercenung. Ingatannya kembali mengembara ke peristiwa di malam itu. Malam di mana ia sedang duduk menunggu kedatangan Laquita di sebuah taman.
Bibirnya mendesis lagi.
Ia ingat kini, ketika menunggu Laquita, ia melamun. Memikirkan banyak hal. Salah satunya adalah tentang komitmen yang telah mereka sepakati selama ini.
Sejatinya malam itu ia ingin menngungkapkan sesuatu kepada Laquita. Sesuatu yang sangat penting. Yang membuatnya merasa begitu tertekan.
Ya, pria itu ingin mengatakan bahwa ia ingin melepas topeng yang dikenakannya. Sangat ingin.