Siang itu matahari bersinar sangat terik. Bel sekolah baru saja berbunyi. Anak-anak berhambur keluar kelas bagai sekawanan tawon. Berebut saling mendahului. Wajah-wajah mereka terlihat amat lelah.
Tari berjalan sendirian sambil menunduk. Wajahnya yang manis nampak murung. Hatinya sedang galau. Hari ini adalah tanggal kelahirannya. Tapi sepertinya tidak seorang pun yang mengingatnya.
Tidak juga Mama dan Papanya.
Tari menelan ludah. Teringat hubungan kedua orangtuanya yang mulai tidak harmonis. Tadi pagi Mama dan Papanya masih juga beradu mulut. Masalahnya tetap sama. Mama menginginkan Tari masuk SMK jurusan keperawatan setelah lulus SMP nanti. Sedang Papa menginginkan Tari masuk SMA agar kelak bisa menjadi seorang Polwan.
"Anak Mama yang manis, harus masuk SMK jurusan perawat," Mama menatap Tari penuh harap.
"Tidak! Tari harus masuk SMA. Papa ingin melihat Tari menjadi Polwan!" Papa menatap tegas ke arah Tari.
"Menjadi perawat itu pekerjaan mulia. Banyak menolong orang sakit. Betul, kan, Tari?" Mama minta dukungan. Tari mengangguk.
"Polwan juga pekerjaan mulia. Mengamankan negara bukankah lebih utama? Ya, kan Tari?" Papa juga minta dukungan. Tari kembali mengangguk.
"Pokoknya Tari harus masuk SMK dan menjadi perawat!" suara Mama mulai meninggi.
 "Tidak! Tari harus jadi Polwan!" suara Papa tak kalah tingginya. Tari yang pagi itu sedang sarapan menutup kedua telinganya. Lalu diam-diam ia berlalu meninggalkan ruang makan dan bergegas berangkat ke sekolah.
Tuuingg!