Aku muncul di hadapan Tari yang berjalan sembari melamun. Ia tidak melihatku. Kepalanya masih tertunduk. Sedang kakinya asyik menyepak kerikil-kerikil yang berserakan menggunakan ujung sepatunya.
Aku menghadangnya. Dan, bruk! Tubuh mungil itu menabrakku.
"Eh, aduh, maaf, ya..." Tari menatapku lekat-lekat dengan wajah memerah.
"Nggak apa-apa. Baru pulang sekolah, ya?" tegurku seramah mungkin. Tari mengangguk gugup.
"Benar kamu nggak apa-apa?" ia kembali bertanya.
"Suer," aku mengulurkan tangan. "Namaku Dimas."Â
Ragu-ragu Tari menjabat tanganku. "Aku Tari," buru-buru ia menarik tangannya kembali.
"Kamu berjalan sambil melamun. Pasti sedang ada masalah, ya?" aku bertanya hati-hati. Tari menghentikan langkah.
"Kamu ini sebenarnya siapa?" ia mulai menatapku curiga.
"Aku seorang penyihir."
Mendengar kata-kataku itu, Tari mundur beberapa langkah. Wajahnya yang manis berubah pucat.