Terhitung ada beberapa teman Kompasianer yang pernah dolan ke rumah saya. Baik yang berasal dari luar kota maupun satu kota.
Dari beberapa itu, ada satu Kompasianer unik yang saat bertamu ke rumah bukan sekadar bertamu. Melainkan ada sesuatu yang diam-diam dilakukannya.
Sebut saja inisialnya MU. Beliau ini memang sosok yang humble. Meski beberapa orang menilainya agak aneh. Alhamdulillah, saya tidak menganggap demikian. Saya menghormatinya seperti saya menghormati kakak saya sendiri.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa beliau memang disinyalir memiliki "sesuatu" yang jarang-jarang dikuasai oleh orang lain.
Sebenarnya saya sudah bisa merasakannya sejak pertama kali kami bertemu. Kebetulan saya juga memiliki kepekaan yang cukup terlatih karena sering mengalami hal-hal aneh dalam kehidupan saya. Hingga saya bisa mengenali apakah orang tersebut termasuk orang "berisi" atau tidak.
Singkat cerita, suatu hari beliau---kompasianer MU ini, menyempatkan diri mampir ke rumah karena ada suatu kepentingan. Yakni mengawasi tukangnya yang sedang bekerja di rumah saya. Kunjungannya tidak begitu lama. Hanya beberapa menit. Bahkan saya tidak sempat mengobrol dengan beliau. Karena siang itu saya sibuk berkutat di dalam kamar menyelesaikan beberapa tulisan.
Setelah beberapa bulan, usai kunjungan itu, ketika orang-orang ramai membicarakan sosok hantu yang sedang viral di mana-mana (bahkan di kompasiana artikel yang berbau misteri langsung melejit), suatu siang Kompasianer MU ini memberitahu saya tentang sesuatu.
"Tiga mahluk halus penunggu rumah Mbak Lilik sudah aku pindah ke pohon sengon di dekat sungai kecil."
Sungguh. Saya benar-benar terkejut mendengarnya. Dari mana beliau tahu padahal saya tidak menceritakan apapun perihal ketiga penunggu rumah tersebut? Bahkan titik-titik posisi tempat ketiganya bercokol dijelaskannya secara detil.
Ada 3 titik yang memang dikuasai oleh ketiga mahluk tak kasat mata itu. Di sumur belakang rumah yang lama tidak terpakai. Di dapur dan kamar mandi.
Saya bersyukur atas pemindahan tersebut tersebab para penunggu rumah itu kerap sekali berbuat iseng. Membuat saya lebih dari 16 tahun tidak pernah mematikan lampu seluruh ruangan dari petang hingga pagi hari.
Saya berpikir, lebih baik menambah biaya PLN daripada anak-anak --termasuk saya-- merasa ketakutan.
Tiga Penunggu Rumah Salah Satunya Mirip Saya
Ketika kompasianer MU ini menceritakan bagaimana kronologi sampai beliau bisa memindahkan 3 penunggu rumah saya itu, saya menyimak baik-baik. Bahkan saat beliau bilang bahwa salah satu dari penunggu rumah itu suka mendo-mendo, menyerupai saya, saya sudah menduganya. Pasalnya ini bukan hal yang baru. Si "dia" yang mirip saya itu, bawaan dari rumah lama yang sudah terjual.
Ada kisah berbau horor di rumah lama dulu. Rumah saya itu bersebelahan dengan pekuburan umum. Suatu malam ada seorang pemuda --anak kos-- pulang dari jagongan. Hari sudah sangat larut. Tapi pemuda tersebut tidak langsung pulang ke kos-kosannya, melainkan ngudut dulu di depan rumah saya.Â
Saat dia berjongkok sembari mengembuskan asap itulah, dua buah tangan halus menangkup pipinya dari belakang.
Si pemuda terkejut bukan alang kepalang. Ia segera menoleh. Dan semakin kaget begitu mengetahui yang menyentuh pipinya adalah saya.Â
Si pemuda sempat membatin. Ngapain juga ibu ini keluar malam-malam dan menyentuh wajahnya?
Si pemuda baru tersadar ketika ia melihat si "dia" yang dikira saya itu sama sekali tidak tersenyum atau berkata-kata. Lagi pula lambat laun, menurut pengakuan si pemuda, wajah saya kian memucat.
Kontan si pemuda segera menghambur. Lari tunggang-langgang.
Awalnya saya tidak seberapa menanggapi cerita pemuda tersebut. Tapi almarhumah kakak saya dan suaminya mengatakan hal yang sama ---bahwa mereka sering melihat saya mendatangi rumahnya di tengah malam.
"Sosok yang persis kamu itu suka memanggil-manggil nama kita di malam hari," kata almarhumah kakak perempuan saya. Suaminya pun menambahkan. Sewaktu saya pindah rumah, sosok yang mirip saya itu malah yang agresif berpamitan sembari berulang kali mengetuk pintu rumahnya. Padahal saya sudah berada di rumah yang baru.
Ya, sudahlah. Tak mengapa. Asal keberadaan sosok tersebut tidak mengganggu atau mencelakai kami, saya tidak mempermasalahkannya.
Si Sulung Sering Diisengi Penunggu Dapur
Setiap rumah memang ada penunggunya. Begitu kata almarhum Bapak saya.
Bicara tentang penunggu rumah, dulu ketika masih serumah dengan saya, yang paling sering diisengi adalah si sulung. Karena si sulung lebih banyak menghabiskan waktunya bekerja pada malam hari di dapur. Ia mengadoni dan memanggang kue sendirian. Meski sesekali saya terbangun untuk menengoknya sebentar.
Pernah suatu malam si sulung menceritakan hal yang sangat aneh. Katanya deretan kue nastar yang sudah ditata rapi dan siap dimasukkan oven, mendadak hilang satu. Diambil pas barisan paling tengah.
Waktu itu saya tidak percaya. Saya pikir si sulung sudah capek dan mengantuk hingga lupa meletakkan satu kue tersebut.
Si sulung terdiam. Ia kemudian membuat satu bulatan kue nastar lagi dan meletakkannya di bagian yang hilang tersebut. Lalu memanggangnya.
Nah, ketika kue diangkat dari oven, satu kue pengganti tadi lenyap lagi!
Kejadian tersebut terus berulang. Akhirnya saya berkata, "Ya, sudahlah. Kamu istirahat dulu. Jangan melekan terus. Barangkali yang punya dapur merasa terganggu."
Ada banyak kejadian aneh yang kami alami. Yang paling menakutkan anak-anak adalah, saat tubuh saya yang sedang berbaring di lantai, diangkat oleh mahluk halus hingga beberapa senti. Seperti mengambang.
Peristiwa itu terjadi pada waktu tengah malam. Ketika anak laki-laki nomor 3 sedang menonton pertandingan bola di televisi. Dan saya tidur di sebelahnya.
Tiba-tiba saya terbangun karena merasakan ada angin besar memasuki kamar dan meniup wajah saya. Saat mata terbuka saya melihat sosok hitam seperti gumpalan kabut berdiri di hadapan saya. Sosok itu berputar-putar, memaksa hendak masuk ke dalam tubuh saya lewat jempol kaki.
Tentu saja saya menolak. Saya segera membaca ayat kursi. Berulang-ulang. Tapi mahluk itu tidak mau pergi. Lalu saya berkata, "Jangan menggangguku lagi. Aku tidak mau kau masuki. Pergilah!"
Anak laki-laki saya ketakutan. Ia segera memanggil kakaknya. Si sulung dan suaminya. Dan saat anak-anak mendatangi kamar saya, mereka melihat mahluk itu berkelebat pergi ke ruang belakang.
Sementara tubuh saya diempas kembali ke lantai.
Menurut anak laki-laki saya yang menyaksikan kejadian itu, ia melihat mata saya merah menyala.
Dan kini, setelah sekian tahun selalu merasa ada "sesuatu" yang sering membuat bulu kuduk meremang, mendadak suasana rumah terasa tenang dan aman-aman saja.Â
Rupanya tanpa sepengetahuan saya, kompasianer berinisial MU ini sudah memindahkan mahluk-mahluk penunggu rumah saya tersebut.
Terima kasih, Mbah..eh, Mbaak...
Alhamdulillah.
***
Malang, 06 September 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H