Saya berpikir, lebih baik menambah biaya PLN daripada anak-anak --termasuk saya-- merasa ketakutan.
Tiga Penunggu Rumah Salah Satunya Mirip Saya
Ketika kompasianer MU ini menceritakan bagaimana kronologi sampai beliau bisa memindahkan 3 penunggu rumah saya itu, saya menyimak baik-baik. Bahkan saat beliau bilang bahwa salah satu dari penunggu rumah itu suka mendo-mendo, menyerupai saya, saya sudah menduganya. Pasalnya ini bukan hal yang baru. Si "dia" yang mirip saya itu, bawaan dari rumah lama yang sudah terjual.
Ada kisah berbau horor di rumah lama dulu. Rumah saya itu bersebelahan dengan pekuburan umum. Suatu malam ada seorang pemuda --anak kos-- pulang dari jagongan. Hari sudah sangat larut. Tapi pemuda tersebut tidak langsung pulang ke kos-kosannya, melainkan ngudut dulu di depan rumah saya.Â
Saat dia berjongkok sembari mengembuskan asap itulah, dua buah tangan halus menangkup pipinya dari belakang.
Si pemuda terkejut bukan alang kepalang. Ia segera menoleh. Dan semakin kaget begitu mengetahui yang menyentuh pipinya adalah saya.Â
Si pemuda sempat membatin. Ngapain juga ibu ini keluar malam-malam dan menyentuh wajahnya?
Si pemuda baru tersadar ketika ia melihat si "dia" yang dikira saya itu sama sekali tidak tersenyum atau berkata-kata. Lagi pula lambat laun, menurut pengakuan si pemuda, wajah saya kian memucat.
Kontan si pemuda segera menghambur. Lari tunggang-langgang.
Awalnya saya tidak seberapa menanggapi cerita pemuda tersebut. Tapi almarhumah kakak saya dan suaminya mengatakan hal yang sama ---bahwa mereka sering melihat saya mendatangi rumahnya di tengah malam.
"Sosok yang persis kamu itu suka memanggil-manggil nama kita di malam hari," kata almarhumah kakak perempuan saya. Suaminya pun menambahkan. Sewaktu saya pindah rumah, sosok yang mirip saya itu malah yang agresif berpamitan sembari berulang kali mengetuk pintu rumahnya. Padahal saya sudah berada di rumah yang baru.
Ya, sudahlah. Tak mengapa. Asal keberadaan sosok tersebut tidak mengganggu atau mencelakai kami, saya tidak mempermasalahkannya.