"Sri! Oalah, Ibu mencari-carimu ke mana-mana, Nduk. Jebule ada di sini," Ibu muncul dengan napas terengah. Buru-buru aku berdiri dari dudukku. Menghampiri Ibu dan memeluk erat pundak ringkihnya.
"Maafkan Sri, yang sudah meninggalkan Ibu..."
Ibu menarik napas panjang. Rona sedih terpancar dari kedua matanya yang mulai melabur.
"Sri, Ibu tidak berhasil mendapatkan kuncup kembang kantil itu, Nduk. Ternyata pengantin kali ini memilih adat modern. Tanpa rangkaian bunga melati," Ibu berbisik kecewa. Entah mengapa aku merasa senang mendengar ucapan Ibu. Yup. Tidak ada kuncup kembang kantil!
Sontak mataku tertuju pada sosok Mas Basuki yang berdiri menatap kami berdua, aku dan Ibu. Laki-laki itu kemudian menganggukkan kepala dan berjalan menyongsong Ibu. Mencium lembut penuh hormat tangan perempuan yang telah melahirkanku itu.
"Siapa ini, Sri?" Ibu mengamati wajah Mas Basuki dengan seksama.
"Saya Basuki. Saya akan sowan segera ke rumah Ibu untuk melamar Sri Kanti," Mas Basuki mewakiliku menjawab seraya tersenyum sumringah ke arah Ibu.
Tiba-tiba saja kulihat Ibu terisak.
***
Malang, 15 Juni 2019
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H