Aku baru saja menginjakkan kaki di pintu rumah ketika berita mengejutkan itu kuterima. Dan untuk pertama kalinya, sebagai seorang laki-laki aku melanggar pantanganku sendiri. Aku menangis. Mencucurkan airmata disaksikan oleh senja yang memerah saga.
Airin, ibunya anak-anakku telah berpulang. Dia mengembuskan napas terakhir di kamar kontrakannya yang sempit. Tak ada seorang pun yang tahu. Hingga beberapa jam. Sampai salah seorang penghuni kamar sebelah mencurigai ketidakmunculan Airin jelang sholat Ashar.
Arya benar. Aku masih mencintai perempuan itu. Perempuan yang melahirkan kedua putri cantikku. Perempuan yang pernah memaksakan diri bertahan menemaniku. Serta berusaha menyembunyikan sakit kronisnya dariku.
Gundukan tanah di hadapanku masih basah. Sama seperti basahnya sudut mataku.
Kepada senja terakhirmu, Airin, izinkan aku menumpahkan segala penyesalan. Aku tahu, kau pasti akan selalu dan selalu memaafkanku.
***
Malang, 02 Mei 2019
Lilik Fatimah Azzahra
*Kisah ini terinspirasi dari kisah nyata seorang sahabat.
Semoga yang pergi mendapat tempat yang indah di sisiNya, dan yang ditinggalkan diberi ketabahan. Amiin...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H