En mendekatkan wajahnya sesaat. Mengamati sekali lagi layar monitor di hadapannya. Lalu menoleh ke arah Des dan El dengan alis mencuat tinggi. "Apakah itu berarti, pengkhianatnya ada di antara kita?"
Suasana mendadak berubah tegang.
"Kau menuduh kami, En? Jangan lupa. Kau dan gadis yang tengah meringkuk itu juga berpotensi besar menjadi pengkhianat!" Des berseru lantang. Merasa tersinggung.
"Pantang bagiku mengkhianati perkumpulan Bulan Sabit Perak yang kubangun sendiri dengan susah payah ini. Kecuali..." En sengaja menghentikan kalimatnya. Ia memutar kursi yang didudukinya. Menatap ke arah Lily dengan pandang menusuk.
"...kecuali kalau aku menaruh hati pada laki-laki bernama Geni itu. Bukan begitu, Nona Lily?" En berdiri. Menggeser kursinya dengan kasar. Lalu berjalan mendekati Lily yang masih meringkuk.
"Bereskan dia, El. Sekarang! Ini tugasmu," Des tersenyum dingin. El mengangguk kecil.
Sementara Lily, ia tak bereaksi apa-apa meski tangan En menggelandang lengannya dengan kasar.
"Kau sudah mencuri data-data demi menyelamatkan laki-laki itu, bukan? Mengakulah!"
Lily tetap membisu.
"Jangan paksa aku berbuat kasar padamu, Nona!" En mencengkeram pundak Lily kuat-kuat. El mendekat. Perempuan itu mengangkat dagu Lily hingga kepala gadis itu terdongak ke atas. Lalu dengan penekanan intonasi, ia mengatakan sesuatu.Â
"Dengar keponakanku sayang. Peti mati untukmu, sudah tidak sabar menunggu."