Lily beringsut. Pikirannya mendadak terbelah.
Geni.
Ya. Geni.
Laki-laki sialan itu! Rupanya tidak menyadari bahwa ia datang untuk menyongsong kematiannya sendiri.
***Â
Lily meluruskan kakinya yang kesemutan. Wajah kedua perempuan yang berdiri di belakang En sudah berubah seperti semula. El kembali dengan sorot mata indahnya yang sayu. Dan, Des, kepalanya sudah kembali normal seperti sedia kala. Tanduk kerbaunya yang beberapa saat lalu tumbuh, telah raib.
"Mari kita siapkan upacara penyambutan paling meriah, para tersayangku," Des mengangkat satu tangannya. Memberi aba-aba. En bergegas menggerakkan mouse yang tergeletak di atas meja. Men-zoom salah satu gambar yang berhasil terdeteksi pada layar monitor.
"Dia berada beberapa inci dari zona jebakan! Yup! Kena kau, Geni!" En menegakkan tubuhnya sedikit. Senyum seringainya terlihat. El dan Des saling berpandangan. Kemudian dengan satu gerakan, keduanya membungkukkan badan, ikut mengarahkan pandangan ke arah layar monitor.
Benar. Sosok Geni tampak tengah berjalan mengendap-endap. Ketiga perempuan itu nyaris mengumbar tawa lagi, kalau saja tidak dikagetkan oleh tingkah laku Geni. Laki-laki itu mendadak berbalik badan.
"Hei, hei! Mau kemana dia?" En kembali meraih mouse dan menggerakkannya dengan panik.
"Rupanya ada yang memberitahu secara diam-diam agar dia tidak melewati zona jebakan kita. Bukan begitu, En?" Des menyentuh pundak En yang terguncang.