***
Aku mempelajari sekilas screenshot percakapan antara Jhon dan Nona Lintar melalui Whatshapp.
"Kau benar, Jhon. Gadis ini mencurigakan sekali," aku mengamati sekali lagi chating mereka yang paling akhir.
"Bisa kau sampaikan deduksimu, Sherlick?"
Aku mengangguk.
"Pertama, gadis itu memiliki keterbatasan pada penglihatannya. Ia berkaca mata minus cukup tebal. Setidaknya begitu yang kulihat dari foto profil dia. Kupikir dia butuh bantuan seseorang untuk bisa melakukan aktifitasnya. Semisal--berkomunikasi denganmu. Mengunggah balasan lewat layar ponsel hanya dalam waktu sekian detik? Oh, no! Itu pasti bukan dia."
"Lanjutkan Sherlick! Aku mulai menemukan titik terang!" Jhon menyela gembira.
"Kedua. Untuk gadis seusia dia--19 tahun, pembicaraannya terlalu matang. Kau tahu aku bertahun-tahun bergelut dengan anak-anak, Jhon. Jadi aku paham betul bagaimana cara bicara dan cara berpikir anak-anak seusia dia."
"Ketiga. Sangat tidak wajar gadis muda seperti dia, jatuh cinta pada lelaki seumuran dirimu--maaf. Apalagi sampai seposesif itu," aku merapikan piyamaku. " Ah, kukira sudah waktunya aku menelpon seseorang, Jhon!"
Buru-buru aku meraih ponselku yang sejak tadi kubiarkan tergeletak di atas meja.
***