Ketika alat-alat canggih di kepalanya satu persatu dilepaskan, El ternyata masih perempuan yang sama. Yang masih memuja airmata.
"Nyonya, maafkan aku," El terisak seraya mencium jemari tangan Nyonya Besar yang terjulur kaku. Wajah cantik Nyonya Besar seketika memerah. Â
"Sepertinya, tak cukup sekali mencuci otakmu, El. Bersiap-siaplah. Aku akan melakukannya satu kali lagi!"
***
Suara gaduh di luar kamar membuat Nyonya Besar beranjak. Diikuti oleh El yang sibuk membebat kepalanya yang plontos dengan kain ala wanita gipsy.Â
"Kupikir gadis itu berulah lagi, Des," El membuka sedikit tirai jendela.
"Ya, ia gadis yang cerdas. Aku yakin ia sudah berusaha mencari tahu keberadaan kita yang tiba-tiba menghilang. Ia tidak menyangka bahwa kamar ini memiliki pintu rahasia," Nyonya Besar menyeret langkah."Hm, El. Sepertinya kita kedatangan tamu istimewa. Sebaiknya mari kita sambut dia," Nyonya Besar mendahului membuka pintu rahasia.
Dan benarlah.
Kedua perempuan cantik itu memergoki seorang laki-laki berpenampilan tengil tengah menyeret tubuh mungil Nurul, pembantu baru di rumah itu.
"Dia bagianku, El. Kau minggirlah!" Nyonya Besar segera mengeluarkan senjata api dari balik kutangnya. Lalu dengan langkah anggun ia menghampiri lelaki tak dikenal itu sembari berkata, "Welcome to my palace, Geni..."
Lelaki bernama Geni itu terperanjat. Jantungnya nyaris menggelinding ke bawah kolong meja.