Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Miss You] | Dua Perempuan

19 Oktober 2018   17:38 Diperbarui: 19 Oktober 2018   17:46 423
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seraya memegangi perutnya yang masih rata ia menyusuri jalanan berbatu menuju rumahnya.

Sejenak kemudian, sebelum membuka pintu pagar ia melempar bungkusan jamu ke dalam tong sampah.

***

Perempuan itu masih terlihat cantik. Meski tanpa makeup sisa-sisa kecantikannya masih sangat kentara. Hanya saja, ya hanya saja. Ia merasa sedikit kurang bahagia. Sebab sampai usianya di batas senja, tak pernah ia merasakan bagaimana menjadi perempuan yang sempurna. Perutnya tak pernah menggelembung sebesar bola. Tetap saja langsing dan rata.

Ia sebenarnya amat merindukan tangis bayi. Tapi kerinduan itu berusaha disimpannya sendiri, dalam-dalam. Tak pernah sekalipun ia tunjukkan pada orang lain, kecuali pada bunga-bunga di taman, di mana setiap sore ia menyiraminya. Menyingkirkan daun-daunnya yang kering.

"Kau masih lebih beruntung dari aku, mawar. Meski tumbuh di tempat yang kering, matahari masih bisa menghamilimu. Memberimu keturunan sebanyak ini," ia bergumam lirih. Jarinya yang lentik menjentik perlahan pada sebatang mawar yang dipenuhi duri. 

Tentu saja mawar-mawar itu tidak menjawab. Mereka hanya mengangguk, itupun diwakili oleh embusan angin.

Perempuan itu menyudahi pekerjaannya, menggunting beberapa tangkai mawar. Lalu memasukkannya ke dalam vas. Kemudian dipajangnya di atas meja ruang tamu.

Sore ini lelakinya akan pulang. Lelaki yang amat gentle. Yang berani berterus terang telah memiliki wanita lain. Dan perempuan itu harus ikhlas menerimanya. Tersebab alasan yang disampaikan oleh lelaki yang disebutnya sebagai suami itu sangat masuk akal.

"Aku butuh generasi penerus. Bersamamu aku tidak bisa memiliki keturunan. Dan, dia--sudah mengaku hamil," suatu siang, beberapa bulan yang lalu, perempuan itu mendengar kabar langsung dari suaminya itu. Tentu saja ia pura-pura bersikap tenang. Tidak terlihat panik atau terkejut. 

Perempuan itu tahu. Suatu saat hal ini pasti akan terjadi. Sudah banyak bukan kejadian semacam ini? Ia bukan perempuan satu-satunya yang mengalami nasib kurang beruntung sebagai perempuan yang divonis mandul.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun