***
Selang lima belas menit kemudian ban bocor sudah beres.
"Siapa namamu?" seseorang bertanya kepada bocah kecil itu.
"Kusuma," bocah itu menjawab seraya membuntuti langkah Ibunya dari belakang.
"Terima kasih," perempuan berwajah murung itu menyodorkan selembar uang, lalu mengambil alih motor dengan tergesa.
Sebelum motor melaju di jalanan, bocah lelaki kecil yang duduk di belakang Ibunya itu berseru.
"Om, sampai bertemu kami di surga, ya!"
***
Keringat dingin mengucur deras membasahi keningku. Rahina melihatnya. Buru-buru istriku itu meraih tisu dan menyeka keringatku dengan lembut.
"Kau tidak perlu merasa bersalah terlalu jauh begitu, Kus. Semua sudah terjadi. Bocah kecil dan Ibunya itu memang ditakdirkan mati dengan cara demikian," Rahina mencoba menenangkanku.
"Kau tidak tahu Rahina. Andai aku segera tanggap, benda yang menonjol pada pinggang bocah itu adalah bom bunuh diri, pasti aku akan berusaha mencegahnya."