Pemuda itu baru meluncur turun dari atas pohon saat dilihatnya Sri Kantil sudah mengenakan pakaian bersih yang tadi dilemparkannya.
"Kau pasti lapar, Sri!" pemuda itu berteriak lantang. Sri Kantil tidak menyahut. Ia hanya berdiri mematung di atas batu besar di pinggir sungai. Mengibas-ngibaskan rambutnya yang basah.
Blukk! Blukk!
Tumpukan buah-buahan menggelinding tepat di samping Sri Kantil.
"Makanlah, Sri!"
Sri Kantil memungut satu dua buah. Lalu mencucinya dengan air sungai. Setelah itu ia kembali berdiri di atas batu.
Seraya menggigit buah di tangannya, Sri Kantil menatap tajam ke arah pemuda yang bersandar santai pada sebatang pohon sekitar lima depa di hadapannya.
"Siapa kau? Kenapa kau tahu banyak tentang diriku?" Sri Kantil menyipitkan satu matanya.
"Apalah arti sebuah nama bagimu, Sri? Kau boleh memanggilku dengan nama apa saja! Pendekar sinting juga boleh!"
***
Sementara itu di tempat lain, Mbah Brojo duduk bersila berhadapan dengan Pendekar Caping Maut. Wajah lelaki tua itu tampak menyimpan rasa kecewa.