Itulah yang aku suka dari Jhon. Setiap kali ada kasus, ia bertindak lebih sigap dari polisi. Ia tahu, barang bukti sekecil apa pun menjadi amat penting bagiku dalam mengungkap kebenaran. Dan satu lagi, Jhon pandai sekali memaksa otakku untuk bekerja lebih keras seperti mesin penggiling padi.
Aku menjereng bungkusan kecil yang kuterima dari Jhon di atas meja. Kuambil kaca pembesar dari saku piyamaku yang lebih mirip seragam dokter itu.
"Sepertinya aku butuh kain berwarna gelap, Jhon."
Jhon beranjak. Membuka laci bufet dan mengeluarkan selembar sapu tangan berwarna hitam lalu menyerahkannya ke arahku.
"Thanks, Jhon."
Menggunakan pinset aku memindahkan helai rambut itu ke atas sapu tangan. Sekarang aku bisa melihat dengan jelas kondisinya.
"Teksturnya tipis, berwarna putih," aku bergumam.
"Kuingatkan, Sherlick. Rambut orang Timur Tengah, teksturnya tebal. Itu berarti tuduhan yang mengarah kepada pria tua itu--gugur," Jhon tertawa seraya membuang pandang ke luar jendela.Â
"Tidak selalu, Jhon. Keturunan Timur Tengah banyak juga yang memiliki tekstur rambut tipis. Hmm, bagaimana pendapatmu mengenai warna rambut?" aku menatap punggungnya tak berkedip.
"Warna putih berarti milik orang yang sudah berumur," Jhon menegaskan. Ia berjalan mendekat dan berdiri tepat di sampingku.Â
"Apakah itu berarti...tuduhan mengarah lagi kepada orang itu Sherlick?" wajah Jhon terlihat bimbang.