Dan aku menurutinya.
Ketika perempuan itu tertidur akibat kelelahan menangis, aku datang melalui mimpinya.
***
Perempuan itu duduk di atas batu besar dengan tangan bertopang dagu. Rambutnya terlihat kusut masai. Acak-acakan. Ia terkejut ketika melihatku tiba-tiba berada di sisinya.
"Siapa kau?" ia bertanya gugup.
"Aku Menur, anakmu," jawabku seraya menyungging senyum. Ia membelalakkan kedua matanya.Â
"Menur? Tidak! Menur itu bayi mungil yang lucu, imut, montok dan menggemaskan. Sedang kau? Tidak..." ia menggelengkan kepalanya berulang kali.
Aku tertawa.
"Yang kau lihat saat itu adalah Menur delapan belas tahun silam. Sedang yang ada di hadapanmu sekarang adalah Menur yang sudah beranjak dewasa," aku berusaha menjelaskannya.
Kali ini ia menyipitkan kedua matanya. Â
"Mengapa Menur-ku tumbuh menjadi gadis seperti ini?" ia bergumam lirih. Ada nada penyesalan yang berusaha ia sembunyikan.