Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cermis | Ini Jumat Ketigabelas, Jhon!

13 Juli 2018   20:05 Diperbarui: 13 Juli 2018   20:29 886
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.linfo.re

Jumat yang jatuh pada tanggal 13, di bulan apa pun dianggap sebagai hari sial. Jhonatan paham sekali akan hal itu.

Satu kejadian yang sangat membekas di hatinya adalah saat ia berusia 13 tahun. Ulang tahunnya itu dirayakan bertepatan pada hari Jumat, tanggal 13 sesuai dengan tanggal kelahirannya. Ibunya sudah menyiapkan aneka makanan di atas meja. Dan ia berniat mengundang teman-teman sekelasnya yang kebanyakan tinggal di asrama.

Dalam undangan yang dititipkan kepada pengawas asrama, Jhon menyebutkan jam perjamuan pesta. Pukul 13.00 waktu setempat.

Entah kebetulan atau tidak, yang bisa hadir di pesta Jhon siang itu berjumlah 13 siswa. Salah satu di antaranya adalah Marie, pacar kecilnya yang cantik.

Siang itu tepat pukul 12.00, pengawas asrama memerintahkan Willy Brush--pria muda yang baru beberapa hari bekerja sebagai sopir di asrama untuk mengantar anak-anak berangkat ke rumah Jhon.

Rumah tinggal Jhon berjarak sekitar puluhan kilometer dari pusat kota. Untuk sampai ke sana harus melewati daerah perbukitan yang sangat terjal dan menanjak. Kanan kiri jalan berbatasan dengan jurang yang cukup dalam.

Bagi Jhon dan keluarganya yang sekian lama menetap di desa, kondisi jalan yang ekstrim tidak menjadi soal. Tapi bagi Willy Brush, pria bertopi koboi dengan sederetan gigi menguning karena ia seorang pecandu berat sigaret, medan yang dihadapi sungguh sangat mencemaskan. Sebab ia belum begitu mahir menyetir kendaraan besar semacam bus mini itu.

Dan kekhawatiran Willy Brush terbukti. Sekitar separo perjalanan, bus yang disetirnya mogok secara mendadak. Remnya blong. Badan bus tak dapat dikuasai, tergelincir turun dengan cepat lalu terbalik di bibir jurang. 

Siang itu tak dapat dielakkan lagi. Kecelakaan maut menewaskan seluruh penumpang, termasuk sopirnya.

Sejak kejadian itu Jhon berubah menjadi sangat sensitif terhadap segala hal yang berhubungan dengan hari Jumat dan angka 13. Ia mengalami semacam paraskavedakatriafobia. 

Ketakutan berlebihan tersebut berlanjut hingga ia dewasa. Sekalipun sudah menjadi seorang pengusaha sukses, Jhon tetap saja tidak bisa menghilangkannya.

Kini sudah saatnya Jhonatan memikirkan untuk menikah. Terhadap beberapa calon istri yang dipilihkan oleh Ibunya, ia begitu selektif. Banyak hal yang dipertanyakan dan dipertimbangkan. Salah satunya--apakah tanggal kelahiran calon istri mengandung unsur hari Jumat dan angka 13 ? Jika iya, Jhon langsung men-diskualifikasi. Bukan hanya itu, Jhon juga menelisik berapa jumlah keluarga besar calon istrinya itu. Kurang dari angka 13 atau lebih? 

Dan masih banyak pertanyaan lain yang sesungguhnya lebih merujuk kepada kekhawatiran Jhonatan sendiri.

Karena Jhonatan terlalu njelimet dalam hal mencari calon istri ini, Nyonya Eleanor--Ibundanya akhirnya menyerah.

***

Sementara itu, Marie, pacar kecil Jhon yang diduga ikut menjadi korban kecelakaan sebenarnya masih hidup. Dengan begitu Marie bisa dikatakan sebagai satu-satunya korban kecelakaan yang selamat.

Berita di koran-koran kiranya salah menyebutkan jumlah korban yang meninggal. Keterangan yang diperoleh dari pengawas asrama ada 13 anak yang ikut berangkat. Sedang Willy Brush, sang sopir tidak termasuk dalam hitungan.

Lolosnya Marie dari maut tidak terekspos sama sekali oleh media. Ia ditemukan sehari sesudah kecelakaan oleh seorang pencari rumput. Marie tersangkut di semak belukar dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Sejak kecelakaan itu Marie harus menjalani perawatan medis yang cukup serius. Ia melewati hari-hari yang sangat melelahkan dan membosankan. Berbulan-bulan lamanya ia harus berurusan dengan obat-obatan dan pihak Rumah Sakit. Puluhan kali pula ia harus menjalani operasi pada wajahnya yang rusak akibat pecahan kaca. 

Sekolahnya pun terbengkalai.

 Untunglah Marie termasuk gadis yang sangat cerdas. Pasca serentetan operasi yang dijalaninya, ia mulai menekuni kembali pendidikannya yang sempat tertinggal.

Marie kini sudah menjadi perempuan dewasa yang menawan. Ia baru saja diterima sebagai karyawati di sebuah perusahaan yang cukup ternama di kotanya.

Suaru hari ia mendapat tugas menyerahkan berkas-berkas ke ruangan pimpinannya. Selama beberapa hari bekerja, baru pertama kalinya ia memiliki kesempatan bertemu pria muda yang menjadi bossnya itu.

Dengan ragu Marie mengetuk daun pintu yang dibiarkan terbuka.

"Masuklah!" pria muda itu mempersilakannya. Marie mengangguk. Lalu berjalan mendekat dan meletakkan berkas-berkas yang sejak tadi berada di dalam pelukannya ke atas meja.

Tanpa melihat ke arah Marie,  boss muda itu memeriksa tumpukan kertas di hadapannya. Beberapa jenak kemudian ia mengangkat tangan, memberi tanda agar Marie pergi.

Marie bersiap meninggalkan ruangan ketika tiba-tiba boss muda itu bertanya, "Tunggu, benarkah namamu Marie?"

"Benar sekali, Pak," Marie menjawab tegas.

"Namamu mengingatkanku pada gadis kecil 13 tahun yang lalu. Oh, astaga! Ini sudah tahun ketigabelas sejak kami berpisah," boss muda itu terlihat murung.

Mendengar itu tentu saja Marie sangat terkejut. Matanya yang bulat menatap lekat-lekat boss muda yang ternyata juga tengah mengamatinya.

"Apakah gadis itu ikut rombongan bus bersama teman-temannya yang berjumlah 13? Di hari Jumat ketigabelas--pada ulang tahun Anda yang ketigabelas?" Marie bertanya dengan dada bergemuruh menahan perasaannya. Boss muda itu mengangguk.

Seketika Marie mengulurkan tangannya dengan gemetar.

"Jhon! Akulah Marie-mu itu. Aku masih hidup Jhon!" Marie berseru setengah menangis.

Boss muda yang tak lain memang Jhonatan itu tertegun. Setengah tidak percaya matanya yang sipit terus menatap ke arah Marie. 

"Bagaimana mungkin kau bisa selamat?" ia bertanya pelan.

Marie mengatur napas. Terbata-bata ia mulai bercerita.

"Jhon...tanpa sengaja aku duduk di kursi bus bernomor 13. Tepat di dekat jendela. Sebelum bus terguling aku masih sempat memukul kaca jendela sebanyak tigabelas kali hingga kaca pecah nerkeping-keping. Meski sebagian pecahannya mengenai wajahku."

Jhonatan masih terdiam.

"Kau tidak senang melihatku masih hidup, Jhon?" Marie meletakkan tangannya di atas meja. Tubuhnya gemetar karena gembira. Ia tidak mengira bisa bertemu lagi dengan kekasih masa kecilnya.

Belum juga Jhonatan menyahut, seorang pria setengah umur masuk ke dalam ruangan. Pria bertopi koboi--dengan sederetan gigi agak menguning tersenyum ke arah Jhon.

"Pak Jhon! Ini Jumat ketigabelas. Tidakkah Anda ingin menabur bunga di tepi jurang di mana ketigabelas teman Anda dulu mengalami kecelakaan?"

Jhon berdiri. Tanpa melihat ke arah Marie ia menyahut,"Baiklah, Willy Brush. Siapkan segera mobilnya..."

***

Malang, Jumat 13 Juli 2018

Lilik Fatimah Azzahra

 

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun