Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksi Islami Pilihan

Cermin | Sebelum Janur Kuning Melengkung

5 Juni 2018   20:35 Diperbarui: 5 Juni 2018   20:36 1549
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : qudsfata.com

Siang itu ketika berada di sebuah toko percetakan, tanpa sengaja aku bertemu Abdul. Sohib lama yang memutuskan berhenti kuliah demi fokus terhadap pekerjaannya.

Hampir tiga bulan kami tidak bersua. Penampilan Abdul sudah banyak berubah. Badannya terlihat lebih gemuk dan berisi.

Kami menghabiskan waktu dengan mengobrol di emperan toko, melepas kangen.

"Oh, ya. Apa kabar Ainun?" mendadak aku teringat tunangan Abdul semasa masih kuliah dulu.

Abdul tidak segera menyahut. Ia termenung sesaat. Tapi kemudian tertawa lebar.

 "Ainun sudah menikah, Dot. Dua bulan lalu. Dijodohkan oleh Abinya."

"Masya Allah..." aku terkejut. Sekaligus prihatin. 

"Ane telat melamarnya, Dot."

"Duh, kenapa nasib kita bisa sama ya, Dul. Aku juga pernah ditolak mentah-mentah."

"Oleh Arumi?"

"Bukan...oleh Ayahnya."

Lalu kami berdua sama-sama terdiam.

Tapi tak berapa lama kemudian Abdul terbahak lagi. Begitu tawanya reda ia berujar, "Ente pasti nggak percaya, Dot. Ane pernah nekat membawa lari Ainun."

"Apa?!" lagi-lagi aku terlonjak kaget.

"Iya, Ane culik Ainun pas berada di kampus. Ane bawa ia ke rumah orang tua Ane di kampung."

"Trus kalian melakukan hal-hal tidak senonoh?"

"Tidaklah, Dot! Kan Ane juga ngerti soal agama. Ane cuma ingin memastikan apakah Ainun masih cinta sama Ane."

"Pasti dia lebih mencintai Abinya," aku menebak. Dan Abdul mengangguk.

"Ente benar, Dot. Seharian itu pas Ane bawa lari, Ainun nggak berhenti menangis. Ane sampai bingung dibuatnya. Lalu atas saran orang tua, Ainun Ane balikin."

Kali ini aku yang tertawa. 

"Dari dulu, lu memang suka berbuat nekat Dul! Meski kadang kenekatan itu nggak bikin lu sukses."

"Yang penting Ane sudah berusaha Dot. Mengenai hasilnya wallahu a'lam."

"Tapi membawa lari anak orang itu berbahaya, Dul. Kalau orang tuanya sampai melaporkan ke polisi, habislah lu."

"Kan Ane langsung pulangin Ainun, Dot. Baru juga sehari," kembali Abdul tertawa. 

"Tadinya Ane mikir sebelum janur kuning melengkung, Ainun masih bisa  Ane rebut," ia melanjutkan sembari menepuk keningnya sendiri.

Perbincangan berhenti sampai di situ. Sebab toko percetakan sebentar lagi akan ditutup.

"Sampai ketemu di lain hari, ya, Dul. Pada acara resepsi pernikahan kami..." ujarku seraya menyerahkan undangan yang baru saja kucetak.

Abdul terlonjak kaget.

Lalu tangan kekarnya meninju keras-keras pundak kurusku.

***

Sesampai di rumah hari hampir Magrib. Kulihat Aisyah berlari-lari kecil menyambutku.

"Kak Didot, tadi ada tamu."

"Siapa?"

"Nona cantik."

"Bu guru Anisa, ya?" 

"Bukan!"

"Lalu siapa dong? Kan perempuan paling cantik di hati Kakak hanya ada tiga. Emak, kamu, dan Anisa."

Aisyah tidak menyahut. Mata bulatnya yang lucu berkejap-kejap.

"Siapa dong Ais..." aku membujuknya.

"Tanya sendiri sama Emak!" adik kecilku itu berlari ke kamarnya meninggalkanku.

Dipenuhi rasa penasaran aku bergegas menemui Emak di dapur. 

"Memang barusan ada tamu, Mak?" aku menyentuh punggung Emak yang asyik mengiris bawang.

"Iya, Dot. Tapi Emak suruh cepat pulang."

"Kok tamu diusir?"

Emak menoleh ke arahku. Alisnya terangkat tinggi-tinggi.

"Kalau tamunya orang lain, Emak nggak bakal usir Dot. Tapi ini...Arumi."

Deg. Mendengar nama Arumi disebut, dadaku terasa sesak. 

"Mau apa dia datang kemari?" tanyaku lunglai.

"Ingin menemuimu, Dot. Tapi Emak larang. Dia sudah bertunangan. Dan kamu juga sebentar lagi akan menikah," Emak menatapku tajam.

"Mak...apa dia mengatakan sesuatu?"

"Iya. Dia menangis sambil menyerahkan ini," Emak merogoh saku dasternya. Lalu menyerahkan secarik kertas ke arahku.

Dot...sebelum janur kuning melengkung, bisakah kita bertemu? 

Arumi.

***

Malang, 05 Juni 2018

Lilik Fatimah Azzahra

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Fiksi Islami Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun