Semalam diam-diam saya mengamati kasus kematian Rose. Kalau saja polisi mampu menjelaskan secara gamblang bagaimana racun sianida itu sampai bisa tertelan oleh Rose, tentu saya tidak akan berpikir terlalu jauh.Â
Saya masih menyimpan data berupa tanggapan dari satu dua orang pembaca yang bisa saya jadikan acuan untuk menuntaskan rasa penasaran saya. Entah mengapa saya terus saja dihantui pikiran bahwa kematian Rose bukan akibat bunuh diri.Â
Saya meyakini hal itu sebab, jika benar murni bunuh diri--seperti yang sudah diungkapkan pihak polisi, mengapa Rose tidak meninggalkan pesan apa pun? Seseorang yang memilih mati bunuh diri biasanya cenderung meninggalkan sepatah dua patah yang menunjukkan ia tengah dalam keadaan putus asa. Semisal kata  goodbye,  I'm  sorry  atau apa saja yang bisa dijadikan rujukan bahwa ia memang layak untuk bunuh diri.
Tapi Rose tidak melakukannya.
"Rose gadis baik. Sore itu seperti biasa ia melakukan rutinitasnya sebagai guru privat di sebuah studio musik. Rose memang menyambi kerja sambil kuliah," pengakuan salah seorang teman dekat Rose, Mirrel.
Sore itu?
Saya mencatat baik-baik penjelasan Mirrel dalam hati.Â
Seperti diketahui Rose ditemukan meninggal di kamar hotel bernomor 67 setelah ia menginap sehari sebelumnya. Jadi 'sore itu' Rose sebenarnya absen tidak pergi ke studio musik.Â
"Apakah Rose memiliki pacar?" tanya saya serius. Mirrel mengangguk.
"Bagaimana hubungan mereka? Maksud saya--hubungan Rose dan pacarnya itu."
"Sejauh ini mereka terlihat baik-baik saja. Tapi entahlah. Saya tidak terlalu jauh mencampuri urusan mereka."
Saya menghargai keputusan Mirrel. Saya  lantas mengenyampingkan pertanyaan seputar pacar Rose. Meski bukan berarti saya benar-benar mengabaikannya.
"Kalian satu kampus?" saya mengalihkan pertanyaan.
"Benar. Tapi kami beda jurusan. Rose anak musik dan saya anak kimia."
"Rose tinggal bersama orangtuanya?"
"Tidak. Rose sudah lama hidup mandiri. Ia mengontrak sebuah rumah sederhana. Sesekali saya datang menjenguknya."
Cukuplah bagi saya perbincangan siang itu. Saya sudah mengantongi beberapa informasi penting. Pulang ke rumah saya sudah terlalu lelah. Tapi saya menyempatkan diri memeriksa kembali data yang tersimpan di  file  saya. Ada beberapa tanggapan masuk yang saya terima. Tapi tanggapan Mister Jonathan-lah yang saya cermati karena menurut saya deduksi yang dipaparkannya lebih masuk akal.
Berikut kutipan tanggapan pria yang mengaku fans berat club sepak bola MU itu.
*Rose  menyimpan  serbuk  gelatin  dalam  toples  keramik  di  dapurnya.  Seseorang  memasukkan  serbuk  racun  ke  dalam  toples  tersebut  dan  mengaduknya.  Rose  yang  tidak  tahu  adanya  sianida  itu  menggunakan  serbuk  gelatin  untuk  membuat  kue  puding  gelatin  dan  memakannya.*
Saya jadi teringat bocoran yang disampaikan salah satu dokter ahli forensik yang telah memeriksa jasad Rose.
*Ada  serpih  gelatin  yang  terselip  pada  gigi  geraham  Rose.*
Saya berterima kasih kepada dokter itu--juga kepada Mister Jonathan. Keduanya telah membantu saya mengurai benang merah yang kusut di kepala saya. Dan itu membuat dugaan saya semakin menguat. Rose bukan bunuh diri. Melainkan dibunuh!
Tapi oleh siapa?Â
Pertanyaan kian melebar. Demikian juga rasa penasaran.Â
Oh, apakah saat ini pikiran Anda sama dengan pikiran saya? Bahwa--dalam kasus ini ada dua orang yang patut dicurigai.Â
Mirrel dan pacar Rose.
Tapi tunggu. Meski begitu baik saya maupun Anda tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan. Sebab menuduh seseorang melakukan tindak kejahatan tanpa bukti bisa dianggap fitnah, bisa dituntut balik. Dalam hal ini kita tidak bisa seenaknya menunjuk hidung, "Kaulah pembunuh Rose!" lalu menyeretnya ke penjara.Â
Tidak. Tidak semudah itu.
Jadi apa yang harus dilakukan agar misteri pembunuhan Rose ini bisa terungkap?
Pembuktian.Â
Ah, saya kira saya masih membutuhkan bantuan Anda. Saya tidak yakin bisa menguak misteri kematian Rose ini seorang diri. Jadi alangkah senangnya jika Anda bersedia satu kali lagi memberi masukan kepada saya.
Siapa sebenarnya yang lebih berpotensi membunuh Rose? Mirrel atau pacarnya? Dan apa kira-kira motif pembunuhan itu?
***
Malang, 13 April 2018
Lilik Fatimah Azzahra
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H