Saya menghargai keputusan Mirrel. Saya  lantas mengenyampingkan pertanyaan seputar pacar Rose. Meski bukan berarti saya benar-benar mengabaikannya.
"Kalian satu kampus?" saya mengalihkan pertanyaan.
"Benar. Tapi kami beda jurusan. Rose anak musik dan saya anak kimia."
"Rose tinggal bersama orangtuanya?"
"Tidak. Rose sudah lama hidup mandiri. Ia mengontrak sebuah rumah sederhana. Sesekali saya datang menjenguknya."
Cukuplah bagi saya perbincangan siang itu. Saya sudah mengantongi beberapa informasi penting. Pulang ke rumah saya sudah terlalu lelah. Tapi saya menyempatkan diri memeriksa kembali data yang tersimpan di  file  saya. Ada beberapa tanggapan masuk yang saya terima. Tapi tanggapan Mister Jonathan-lah yang saya cermati karena menurut saya deduksi yang dipaparkannya lebih masuk akal.
Berikut kutipan tanggapan pria yang mengaku fans berat club sepak bola MU itu.
*Rose  menyimpan  serbuk  gelatin  dalam  toples  keramik  di  dapurnya.  Seseorang  memasukkan  serbuk  racun  ke  dalam  toples  tersebut  dan  mengaduknya.  Rose  yang  tidak  tahu  adanya  sianida  itu  menggunakan  serbuk  gelatin  untuk  membuat  kue  puding  gelatin  dan  memakannya.*
Saya jadi teringat bocoran yang disampaikan salah satu dokter ahli forensik yang telah memeriksa jasad Rose.
*Ada  serpih  gelatin  yang  terselip  pada  gigi  geraham  Rose.*
Saya berterima kasih kepada dokter itu--juga kepada Mister Jonathan. Keduanya telah membantu saya mengurai benang merah yang kusut di kepala saya. Dan itu membuat dugaan saya semakin menguat. Rose bukan bunuh diri. Melainkan dibunuh!