Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Dongeng Pilihan

Dongeng Wayang | Kutu-kutu di Kepala Burisrawa

27 Maret 2018   08:03 Diperbarui: 27 Maret 2018   10:20 1329
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam dunia pewayangan Burisrawa digambarkan sebagai sosok setengah manusia setengah raksasa. Posturnya gempal. Berambut gimbal. Ia anak keempat Prabu Salya dari Kerajaan Mandaraka. Dewi Banowati adalah salah satu kakak perempuannya.

Selain jorok dan dekil, Burisrawa dikenal sebagai pemuda berandalan yang tidak memiliki unggah-ungguh. Bicaranya kasar dan tawanya melengking memekakkan telinga. Gadis-gadis tentu saja ogah berdekatan dengannya.

Suatu ketika, selayaknya seorang pemuda, Burisrawa juga mengalami jatuh cinta. Dan perempuan yang telah mencuri hatinya itu adalah Dewi Sumbadra, istri Arjuna. Kecantikan Rara Ireng---demikian nama kecil Dewi Sumbadra membuat Burisrawa gelisah. Hari-harinya dipenuhi mimpi dan khayalan tentang perempuan yang sudah bersuami itu.

Rasa cinta yang menggebu membuat Burisrawa nekat menemui sang dewi yang sore itu sedang  lelenggan  di bangku taman sari kaputren. Dewi Sumbadra tidak menyadari ada sepasang mata yang tak henti mengawasinya. Sepasang mata lebar menakutkan dan agak juling.

Dewi Sumbadra baru saja  rengeng-rengeng  melantunkan tembang untuk menghilangkan rasa kangen terhadap suaminya yang tengah bertugas ke luar kerajaan, mendadak dikejutkan oleh sosok tinggi besar di hadapannya. Sosok itu tertawa keras, melengking. Kedua tangannya terbuka lebar seolah hendak memeluknya.

Seketika Dewi Sumbadra berdiri, mundur beberapa langkah dengan wajah pucat pasi.

"Duh, wong ayu denok deblong. Sudah lama aku menginginkanmu!" sosok yang ternyata Burisrawa itu kembali terkekeh.

"A-pa yang kau inginkan?" Dewi Sumbadra semakin ketakutan ketika Burisrawa maju selangkah demi selangkah mendekatinya. 

"Aku akan memboyongmu ke istana Mandaraka!" Burisrawa menyampaikan hasratnya dengan suara menggebu. Napasnya ngos-ngosan disertai bau mulut yang nyaris membuat Dewi Sumbadra muntah.

"Srikandi! Tolong aku! Ada jurig menyusup ke taman!" Dewi Sumbadra berteriak panik. Tapi tidak seorang pun mendengarnya. Sore itu taman sari sedang sepi. Srikandi, pengawal pribadinya, tengah bertugas jaga di gerbang depan yang jaraknya cukup jauh.

Burisrawa senang melihat perempuan pujaannya ketakutan. Ia menari-nari. Membayangkan sebentar lagi akan membawa perempuan cantik itu ke istananya.

"Jangan mendekat!" Dewi Sumbadra mengangkat kedua tangannya. Keringat dingin mulai bercucuran membasahi keningnya. Burisrawa semakin girang. Lalu dihunusnya keris dari sarungnya. Bermaksud menakut-nakuti Dewi Sumbadra agar perempuan itu manut padanya.

Tapi Burisrawa keliru.

Dewi Sumbadra tiba-tiba merangsek maju, merampas keris dari tangannya. Dihujamkannya berkali-kali benda pusaka itu pada dadanya sendiri hingga tubuh mungilnya ambruk terkapar bersimbah darah.

Dewi Sumbadra pun kehilangan nyawa. 

Burisrawa tidak menyangka akan terjadi hal demikian. Antara takut dan bingung wayang setengah raksasa setengah manusia itu pun memilih kabur meninggalkan taman kaputren.

***

Sore itu Arjuna adalah orang yang paling berduka. Ia tak henti menangisi jasad istrinya. Sesekali ia bersumpah akan membalas dendam kepada orang yang telah membuat kekasih hatinya itu meregang nyawa.

Usai melarung jasad Dewi Sumbadra di sungai Silugangga, Arjuna melakukan semedi. Mohon kepada sang Hyang Widi agar membantunya menguak misteri siapa sebenarnya pembunuh Dewi Sumbadra.  

Sementara nun jauh di sana, pemuda Antareja tengah melakukan perjalanan menuju Hastinapura. Melalui kabar angin ia mendengar berita kematian Dewi Sumbadra. Dengan kesaktian yang dimilikinya Antareja mengejar jejak Burisrawa. Di tengah perjalanan ia bertemu Gatotkaca, adik tirinya. Lalu kedua putra Bima itu pun melesat ke arah timur.

Mereka menemukan Burisrawa tengah  leyeh-leyeh  di bawah sebatang pohon. Rambut gimbalnya bergerak-gerak tertiup angin. Antareja segera beralih rupa, menyamar menjadi Dewi Sumbadra.

"Wahai wong bagus...aku datang untuk menyerahkan diri padamu," Antareja menirukan suara lembut Dewi Sumbadra. Burisrawa terbangun. Beberapa kali ia mengucek kedua matanya. Tidak percaya di hadapannya telah berdiri Dewi Sumbadra yang selama ini diimpikannya.

"Ladalah wong ayu. Akhirnya kau datang juga padaku!" girang nian hati Burisrawa. Sontak ia berdiri. Menandak-nandak tak karuan. Apalagi saat Dewi Sumbadra mengatakan ingin membelai rambutnya yang gimbal dan mencari kutu-kutu di kepalanya.

"Haduuuh wong ayu. Lakukan segera! Aku sudah tidak sabar ingin merasakan sentuhan lembutmu," Burisrawa semakin berjingkrak-jingkrak bagai anak kecil.

"Tapi Kangmas Buris. Aku mengajukan syarat. Setiap dapat satu kutu aku akan  mengeplak  kepalamu. Mendapat dua kutu aku akan menjotos kepalamu. Dan dapat tiga kutu aku akan menghantam kepalamu. Bagaimana?" Antareja yang menyamar sebagai Dewi Sumbadra berkata serius. Burisrawa yang sudah dibutakan oleh cinta menyanggupi. Dipikirnya berapa sih kekuatan pukulan seorang perempuan? 

Antareja pun segera menjalankan aksinya. Tangannya terampil mencari kutu-kutu di kepala Burisrawa. 

Satu kutu! 

Plaaak!!!

Antareha memukul kepala Burisrawa sekuat tenaga.

Dua kutu! 

Dhieg!!!

Antareja menjotos kepala Burisrawa sekeras-kerasnya. Hingga Burisrawa  kepileng.Ia sungguh tidak menyangka pukulan Dewi Sumbadra sebegitu kuatnya.

Tiga kutu! 

Berdua dengan Gatotkaca, Antareja menghantam kepala Burisrawa tanpa ampun. Pukulan dasyat kedua ksatria membuat wayang berambut gimbal itu menggelosoh jatuh mencium tanah. 

"Wong bagus...masih banyak kutu-kutu di kepalamu. Ayo, bangunlah!" Antareja berseru lantang. Suaranya menggelegar. Tidak lembut lagi. 

Ya, Antareja sudah berubah ke wujud aslinya. 

Melihat dua sosok gagah berdiri di hadapannya, Burisrawa terkejut bukan alang kepalang. Ia lantas mengiba-iba mohon ampun. 

Sebenarnya dua ksatria putra Bima itu masih ingin bermain-main dengan kutu-kutu di kepala Burisrawa. Tapi Prabu Krisna dan Arjuna keburu datang.

"Sudah, hentikan!" Prabu Krisna turun tangan melerai. "Maafkan kelakuan Burisrawa. Lagi pula Dewi Sumbadra sudah tertolong. Ia telah hidup kembali."

Mendengar percakapan itu Burisrawa diam-diam pergi melipir menuju sungai. Bergegas mencuci bersih rambut gimbalnya. Ia sudah kapok, tidak ingin lagi berurusan dengan para ksatria keturunan Kurusetra. Ia  memilih berdamai.   Menggitesi  sendiri kutu-kutu di kepalanya.

***

Malang, 27 Maret 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun