Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[Serial Miss Liz] "Lingsir Wengi" Tembang Pemanggil Setan?

30 Januari 2018   07:23 Diperbarui: 30 Januari 2018   10:26 1581
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Episode sebelumnya :

Miss. Liz  tidak  saja  kehilangan  jejak  Bryan.  Tapi  juga  Renata.  Guru  muda  itu  akhirnya  berkomunikasi  dengan  almarhum  Kakeknya  melalui  sebuah  lukisan.

Dalam  perbincangan  itu  sang  Kakek  meminta  kepada  Miss. Liz  agar  mengingat  satu  tembang   yang  kerap  dilantunkannya  ketika  cucunya  itu  masih  kecil.

**

Aku terdiam beberapa saat. Dan berusaha mengingat-ingat kidung Durma yang disebutkan oleh Kakek.

"Apakah yang bunyinya seperti ini, Kek? Lingsir wengi...sliramu tumeking sirna..."

"Betul Liz! Teruskan."

Aku menatap wajah Kakek yang bergerak-gerak di dalam bingkai lukisan dengan ragu.

"Ayolah, Liz? Kenapa?"

"Kek, bukankah tembang  Lingsir  Wengi  ini diyakini sebagai tembang pemanggil setan?" aku berbisik, nyaris tak terdengar. Kudengar Kakek tertawa.

"Bukan, Liz! Itu pemahaman yang salah. Tembang itu diciptakan oleh Kanjeng Sunan Kalijaga sebagai doa wirid yang biasa dibaca di tengah malam. Dalam tembang itu tersurat ajakan kepada semua mahluk, tak terkecuali para lelembut yang berniat jahat untuk kembali ke jalan kebaikan."

Mendengar kata-kata Kakek aku tercenung.

"Kau masih bisa mengingat larik-larik berikutnya, bukan?" Kakek kembali menggerak-gerakkan kepalanya. Seketika aku menggeleng. Jujur aku hanya bisa mengingatnya sedikit.

"Ambil buku tua di dalam laci itu, Liz! Di sana aku pernah menuliskan tembang itu. Ayo, bergegaslah! Waktumu sangat terbatas."

Aku segera berjalan menuju laci meja. Mencari-cari buku tua yang dimaksud oleh Kakek.

"Semoga saja Ibumu tidak lupa membawakannya untukmu, Liz."

"Ada, Kek! Aku menemukannya!" aku berseru girang.

Dengan gugup aku membuka lembar buku yang kertasnya sudah menguning itu. Kemudian aku mulai membaca isinya.

"Ojo  tangi  nggonmu  guling.  Awas  jo  ngetoro.  Aku  lagi  bang  wingo-wingo.  Jin  setan kang  tak  utusi.  Dadiyo  sebarang.  Wojo  lelayu  sebet..."

Usai mengucap bait terakhir, mendadak lampu kamar padam. Ruangan berubah menjadi gelap gulita.

Suatu keanehan lain terjadi. Lukisan Kakek menyala, bersinar sangat terang. Bingkainya yang berukuran 20x40 sentimeter melebar, berubah menjadi ruangan tiga dimensi.

Tiba-tiba saja aku merasakan diriku sudah berada di suatu tempat yang sangat luas, berdiri di samping Kakek.

"Melalui media ini kau bisa bertemu dua muridmu yang menghilang itu, Liz. Ikutilah koridor panjang itu sampai kau menemukan pintu kayu berukir. Buka pintu itu dengan kunci ini," sang Kakek menyodorkan sebatang kawat pendek berbentuk melengkung, semirip huruf C ke arahku.

"Kakek tidak ikut bersamaku?" aku menatap pria tua di sampingku itu penuh harap.

"Tidak bisa, Liz. Kau harus menghadapi semuanya sendiri. Hanya kau yang bisa membebaskan kedua muridmu itu.  Oh, ya, jangan lupa lantunkan kidung itu sesaat hendak membuka pintu dan sesaat setelah menemukan kedua bocah itu."

Aku ingin mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba tubuh Kakek lenyap, menghilang dari pandangan.

Sejenak aku tertegun. 

Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bergegas mengayunkan langkah menyusuri koridor yang memanjang di hadapanku.

***

Aku berhasil menemukan pintu besar yang terbuat dari kayu berukir. Sesuai dengan pesan Kakek, aku melantunkan tembang  Lingsir  Wengi  secara runtut dengan suara lirih. Sembari tak lupa memasukkan kunci kawat ke dalam lubang yang berada tepat di bawah  handel  pintu.

Daun pintu perlahan bergeser. Mataku terbelalak. Di hadapanku terbentang sebuah ruangan yang dipenuhi oleh benda-benda antik nan mewah dan berkilauan.

Rupanya aku telah sampai di kastil Lady Bathory.

"Miss. Liz!" sebuah suara mengagetkanku. 

Renata.

Bocah remaja itu terlihat bergerak-gerak, berusaha melepaskan diri dari lilitan tali yang mengikat kaki dan tangannya.

"Cepatlah Anda bersembunyi, Miss! Lady Bathory baru saja menangkap saya!"

Bersambung....

***

Malang, 30 Januari 2018

Lilik Fatimah Azzahra

Kisah sebelumnya di sini : https://www.kompasiana.com/elfat67/5a6e97ddcaf7db0de032edf2/serial-miss-liz-renata-ikut-menghilang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun