"Melalui media ini kau bisa bertemu dua muridmu yang menghilang itu, Liz. Ikutilah koridor panjang itu sampai kau menemukan pintu kayu berukir. Buka pintu itu dengan kunci ini," sang Kakek menyodorkan sebatang kawat pendek berbentuk melengkung, semirip huruf C ke arahku.
"Kakek tidak ikut bersamaku?" aku menatap pria tua di sampingku itu penuh harap.
"Tidak bisa, Liz. Kau harus menghadapi semuanya sendiri. Hanya kau yang bisa membebaskan kedua muridmu itu. Â Oh, ya, jangan lupa lantunkan kidung itu sesaat hendak membuka pintu dan sesaat setelah menemukan kedua bocah itu."
Aku ingin mengatakan sesuatu ketika tiba-tiba tubuh Kakek lenyap, menghilang dari pandangan.
Sejenak aku tertegun.Â
Sampai akhirnya aku memutuskan untuk bergegas mengayunkan langkah menyusuri koridor yang memanjang di hadapanku.
***
Aku berhasil menemukan pintu besar yang terbuat dari kayu berukir. Sesuai dengan pesan Kakek, aku melantunkan tembang  Lingsir  Wengi secara runtut dengan suara lirih. Sembari tak lupa memasukkan kunci kawat ke dalam lubang yang berada tepat di bawah  handel  pintu.
Daun pintu perlahan bergeser. Mataku terbelalak. Di hadapanku terbentang sebuah ruangan yang dipenuhi oleh benda-benda antik nan mewah dan berkilauan.
Rupanya aku telah sampai di kastil Lady Bathory.
"Miss. Liz!" sebuah suara mengagetkanku.Â