Dan hatiku kian membara melihat Ibu berhambur memeluk lelaki itu, tersedu sedan di sampingnya.
Aku merangsek lagi. Ingin kuinjak kepala laki-laki keparat yang telah merebut hati Ibu dari Ayah sekuat tenagaku.
Tapi belum sempat kakiku beranjak sebuah tangan menarik krah kemejaku dengan kasar, membuatku menoleh dan terkejut bukan alang kepalang.
"Hentikan Andre!"
Ayah.
"Tidak! Aku tidak akan tinggal diam. Lelaki itu selingkuhan Ibu!"
"Kau salah sangka, Andre!"
"Lalu siapa dia? Dengar Ayah. Mereka baru saja bermesraan di depan mataku. Aku menyaksikannya sendiri!"
"Mari kujelaskan padamu. Andre. Dengarkan kata-kata Ayah. Orang itu adalah Ayah kandungmu!"Â
Aku terkesiap. Darahku seolah berhenti mengalir.
"Kami sempat mengira ia sudah meninggal. Ketika badai besar menenggelamkan kapal pesiar yang ditumpanginya puluhan tahun silam, saat usiamu masih bayi," Ayah melanjutkan kata-katanya. "Itulah sebab aku mengembalikan keputusan kepada Ibumu saat mendengar kabar Ayahmu masih hidup dan sedang dalam perjalanan pulang."