"Kau perempuan keparat! Aku butuh uang banyak, tahu! Lastri hampir melahirkan. Aku harus bertanggung jawab menikahinya!" suaminya berusaha merandek sekali lagi ke arahnya.Â
Lastri? Mendadak dada Kris terasa perih.Â
Mereka lalu bertengkar hebat. Dan Kris tanpa sadar kehilangan kontrol. Ia melampiaskan amarahnya dengan memukul tengkuk suaminya itu berulang-ulang menggunakan tongkat kayu yang tersandar pada dinding, yang biasa ia gunakan untuk menumbuk biji jagung.
Pukulan bertubi itu membuat tubuh suaminya diam tak bergerak lagi.
Kris menarik napas panjang. Â Berusaha menepis bayang kejadian naas di malam itu. Malam jelang Natal di mana ia berniat menjemput kedua putrinya yang sedang menghabiskan liburan di rumah neneknya.Â
Kini ia sudah menebus semuanya. Jeruji penjara telah membatasi kebebasannya.
Sejenak mata Kris beralih ke arah kue jahe yang masih meringkuk rapi di dalam oven.
***
Kris sudah duduk kembali di ruang tunggu. Laki-laki itu muncul dari dalam sel, melepas  wig panjang sebahu dan jaket pesakitan yang melekat pada tubuh kurusnya. Ia tersenyum tipis demi dilihatnya Kris masih mengenakan pakaian pria, berkaca mata dan bertopi.
"Segera lepas penyamaranmu, Kris. Sebelum sipir penjara itu mencurigai," laki-laki itu menepuk pundak Kris perlahan.
"Selamat Natal, Mister. Terima kasih kado untuk anak-anak saya. Mereka sangat senang," Kris tersenyum ke arah laki-laki kurus itu. " Oh, ya, satu lagi. Penyamaran Anda menyerupai saya--- sungguh amat sangat sempurna."
 ***