***
Gubraak!
Alya melompat dari tempat tidur, memeluk lengan Risma erat-erat.
Kriiieeett....
Pintu kembali berderit. Kali ini Risma yang terlonjak kaget. Tante Rosa. Perempuan cantik itu sudah berdiri di ambang pintu.
"Jadi desas-desus itu benar, Pak Ibun? Saya kira hanya gosip murahan agar saya tidak betah tinggal di rumah ini. Oke, semuanya sudah terkuak. Tante akan segera menelpon Polisi."
Tante Rosa mengangkat dua jempolnya ke arah Risma.
Hari itu juga Risma dan Alya berkemas untuk pulang. Alya masih menggigil ketakutan. Berkali ia bergidik. Dua hari berturut-turut tidur di atas ranjang  yang di bawahnya terkubur mayat korban pembunuhan---sungguh sesuatu yang tidak akan terlupakan seumur hidup.
Sementara Risma. ia tak henti bertanya dalam hati. Bagaimana mungkin Martin, tokoh imajinasinya ternyata benar-benar ada? Apakah ini hanya sebuah kebetulan?
Sebelum meninggalkan kamar, dinyalakannya kembali laptop mungil yang tergeletak di atas meja. Matanya terbelalak. Satu kata menyapanya.
"Dank!"