***
Mendengar kata-kata Pak Ibun, Alya berharap sahabatnya itu menggeleng. Tapi ternyata tidak. Risma justru mengangguk dengan wajah serius.
"Iya, Pak Ibun. Saya tahu rumah ini berhantu. Dan hantu itu...bernama Martin."
"Oh, itu kisah horor terbarumu kan Ris?" Alya menyela.
"Bukan, Al. Ini kisah nyata. Bukan begitu Pak Ibun? Bi Salmah?"
Wajah Bi Salmah seketika memucat.
"Am-pun, Non. Suami saya tidak ikut membunuhnya. Dia hanya membantu menguburkannya," Bi Salmah berkata terbata. Perempuan tua itu berlari menghambur ke dalam pelukan suaminya. Ia menangis sesenggukan sembari menggumamkan kalimat yang tidak jelas.
Risma beranjak dari duduknya. Matanya yang bulat menatap kedua suami istri itu tak berkedip.
"Benar kata istri saya, Non. Saya tidak tahu apa-apa. Saya cuma diminta oleh majikan saya yang terdahulu---sebelum Nyonya Rosa, untuk mengubur jasad Tuan Martin."
"Di mana bapak mengubur mayat Martin?" cecar Risma bak seorang detektif.
"Di sini, Non. Di kamar ini. Di bawah tempat tidur kalian." Â