Ibunya Darsih hanya bergumam.
***
Beberapa tahun kemudian.
Darsih tidak pernah lagi melihat laki-laki aneh itu datang berkunjung ke rumahnya. Ibunya juga, sepertinya sudah melupakan. Perempuan yang kini menginjak usia setengah abad itu sekalipun tidak membicarakan mengenai laki-laki berpakaian serba hitam---yang mengikat kepalanya dengan kain merah menyala itu.
Tapi suatu hari, Darsih yang sudah memasuki usia dewasa, melihat Ibunya mengeluh di depan cermin.
"Sepertinya Ibu harus melakukannya lagi, Sih."
"Melakukan apa?" Darsih mengernyitkan alis. Ia tidak mengerti ke mana arah pembicaraan Ibunya.
"Susuk," Ibunya menjawab singkat.
"Susuk?" Darsih semakin tidak paham.
"Susuk itu semacam akupunktur. Menyisipkan paku emas ke dalam tubuh kita tepat pada titik-titik yang kita kehendaki."
Darsih tercengang. Ia mulai mengerti sekarang.