Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Mawar yang Terluka [2]

15 September 2017   10:12 Diperbarui: 16 September 2017   17:31 2375
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : *If my heart could speak...*-girl face, woman, sorrow, rose, alone, pink, sad, brunette, love / www.pinterest.com

Dua tahun sudah Hana meninggalkan rumah peninggalan orangtuanya, memilih menempati rumah kontrakan sederhana di daerah pinggiran kota, jauh terpencil dari keramaian. Ia ingin hidup tenang agar bisa melupakan jejak masa lalu yang pernah dilalui bersama orang-orang terkasihnya.

Terhadap mantan suaminya, ia tidak ingin mengingat-ingatnya lagi. Sebab ia tahu, mengingat kegagalan rumah tangganya, sama halnya dengan membiarkan luka lama terus bercokol, tak sembuh-sembuh, dan itu akan membuatnya stagnan, berjalan di tempat. Sedang ia ingin terus melangkah. Menghadapi hidup sesuai dengan yang digariskan.

Mengenang kisahnya bersama Sae, jantungnya masih sering berdegup, ia sadar belum sepenuhnya bisa melupakan lelaki muda itu. Lelaki yang pernah begitu indah mengisi relung hatinya. Lelaki yang dengan terpaksa ia tinggalkan demi sebuah kebaikan. Seperti pagi ini, tiba-tiba saja ia membatin---apa kabarmu Sae? Apakah kau juga tengah memikirkanku? 

Beberapa saat lamanya Hana terperangkap dalam labirin masa lalu. Berputar-putar tak menentu di dalamnya.

Seorang kurir pengiriman barang mengetuk pintu rumahnya, membuyarkan lamunannya. Hana bergegas meraih sebuah bungkusan yang sudah disiapkannya sejak tadi malam.

"Alamat penerima masih tetap sama, seperti kemarin," Hana tersenyum ke arah kurir seraya menyerahkan bungkusan di tangannya. Usai menerima ongkos pengiriman, kurir bergegas pergi. Hana kembali masuk ke dalam kamar.

***

Di sebuah Klinik, Dokter Sae kembali mengernyit alis. Ini paket keempat yang diterimanya sejak ia dipindah tugas ke daerah sini. Paket berisi buku novel tanpa menyertakan identitas pengirimnya. Ia belum sempat membaca novel-novel itu. Hanya sempat mengamati sekilas nama pengarangnya yang tertera pada sampul depan. Hanin. 

Perawat masuk membawa pasien terakhir, seorang laki-laki tua pengidap penyakit jantung koroner. Lelaki tua itu sudah menjadi pelanggan tetapnya. Usai melakukan pemeriksaan, ia menuliskan resep, menyerahkannya kepada perawat yang sejak tadi berdiri tidak jauh darinya. Lalu ia berkemas.

Baru saja hendak meninggalkan ruangan, perawat muda itu datang lagi.

"Dokter masih bisa melayani satu orang pasien lagi?"

Dokter Sae melirik arloji di pergelangan tangan kanannya. Lalu mengangguk.

Perawat menghilang sejenak, tak lama kemudian ia kembali bersama seorang perempuan. Dokter Sae tertegun. Matanya terbelalak. 

Perempuan yang tengah berdiri di samping perawat itu, Hana!

"Hana?" Dokter Sae tidak bisa menahan diri untuk tidak berkata-kata.

"Selamat siang, Dokter Sae," Hana mengangguk sopan. Dokter Sae memberi tanda ke arah perawat agar meninggalkan ruangan.

"Hana, benarkah ini dirimu?" bisik Dokter Sae dengan suara bergetar. Hana mengangguk.

"Kau---kemana saja? Dua tahun aku mencarimu...."

"Dokter, aku datang sebagai pasienmu. Bisakah memeriksa benjolan yang tumbuh di dadaku--- sebelah kiri?" Hana berkata pelan seraya menyodorkan lembar foto USG ke hadapan Dokter Sae.  

 "Ya, Hana. Aku pasti akan membantumu," Dokter muda itu memeriksa foto-foto di hadapannya dengan pikiran terbelah.

"Sudah berapa lama benjolan ini ada, Hana?"

"Sejak dua tahun lalu. Apakah benjolan itu berbahaya, Dokter?"

Dokter Sae tidak menyahut. Pandangannya masih tertuju pada foto-foto buram yang dipegangnya.

Pintu ruang praktik terkuak. Seorang perempuan muda masuk.

"Kakak masih lama?"

Monica, perempuan muda, calon istri pilihan Ibundanya, datang menghampiri.

"Tidak, Monic, ini juga sudah selesai. Oh, ya, Nyonya Hana, Anda bisa kembali ke Klinik ini---besok di jam praktik saya," Dokter Sae berdiri. Hana ikut berdiri. Ia tersenyum, mengangguk kecil lalu segera pamit meninggalkan ruangan.

Sebelum menutup pintu, Hana sempat mendengar calon istri Dokter Sae bergumam, "Kakak mendapat kiriman novel itu lagi?"

Dokter Sae tidak menyahut, hanya mengangkat bahu.

Ah, andai saja dokter itu tahu. Hanin adalah nama pena dari Hana, perempuan yang selama ini dicarinya, yang baru saja ditemuinya dalam situasi dan kondisi yang---tak mungkin lagi direngkuhnya.

Tamat

***

Malang, 15 September 2017

Lilik Fatimah Azzahra

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun