Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pengantin "Jurit" Malam

30 Agustus 2017   17:26 Diperbarui: 5 Agustus 2024   18:46 1490
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar : 2940 best gothic-mysterious / www.pinterest.com

"Sebentar lagi kita sampai, Mbak. Rumah saya terletak di posisi paling ujung."

Mereka turun dari mobil dan disambut oleh beberapa orang yang satupun tak ada yang dikenal oleh Ningsih.

Ningsih menyapu pandangan. Rumah yang berdiri di hadapannya terlihat sangat mewah. Di sekelilingnya diterangi oleh lampu-lampu amat benderang. Hiasan kain satin warna-warni menyambut berjumbai di sepanjang pintu masuk.

Ningsih diantar menuju ke kamar depan di mana anak gadis pria itu sudah menunggu.

"Anak saya sepertinya sedang tidur," pria itu membuka pinti kamar dan mengintip penghuninya.

"Tidak apa-apa. Saya sering merias pengantin wanita dalam keadaan tidur," Ningsih tersenyum. Ya, ia memang sering melakukannya. Nyaris semua pengantin wanita saat dirias mengaku mengantuk. Ningsih tentu saja membolehkan pengantin itu tidur. Dan ia tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Setelah rampung barulah Ningsih membangunkan sang pengantin yang biasanya---akan sangat terkejut saat melihat wajahnya sendiri di depan cermin. Pangling.

"Bisa selesai satu jam lagi, kan, Mbak? Penghulu akan datang tepat pukul satu," pria itu menatap Ningsih. Ningsih mengangguk. Ia melirik sejenak ke arah arloji di pergelangan tangan kirinya. Pukul 12.00 tepat.

Pria setengah umur itu kemudian meninggalkan Ningsih di dalam kamar, berdua dengan putrinya yang masih terbujur di atas tempat tidur.Ningsih berdiri mengamati gadis itu. Cantik. Gadis yang tengah pulas itu sangat cantik. Hidungnya bangir mencuat ke atas, seperti hidung yang dimiliki oleh wanita-wanita Timur Tengah. Alis matanya juga sangat bagus. Hitam dan lebat. Hanya sayang bibirnya tampak pucat. Mingkin karena ia tidak berlipstik.

Ningsih perlahan mengulurkan tangan. Ia berharap sentuhannya membangunkan gadis itu. Tapi ternyata tidak. Gadis itu tetap saja tertidur nyenyak.

Seperti yang biasa ia lakukan. Ningsih mulai bekerja. Jemarinya terampil bergerak bak seorang pelukis. Ia melukis alis, melukis bentuk bibir, menyapukan bedak dan memoles perona warna kesumba pada tulang pipi gadis itu.

Satu jam terlewati sudah. Ningsih menarik napas lega. Akhirnya selesai juga pekerjaannya. Ia segera merapikan peralatan riasnya yang tercecer.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun