Beberapa minggu berinteraksi di tempat yang sama, sepertinya aku mulai jatuh padanya. Kurasa Bogart mengetahui perasaanku. Meski aku tidak pernah mengatakannya. Bahkan hingga kegiatan KKN usai, perasaanku padanya tak juga kuungkapkan.
Pagi ini aku bertemu lagi dengannya setelah bertahun tak saling bertukar kabar, sungguh itu membuatku sangat gugup.
 "Liz, kau tidak bertanya padaku, mengapa aku berada di sini?" Bogart membuyarkan lamunanku. Aku tersipu. Ya sejak tadi aku membiarkannya duduk melihatku berkutat dengan berkas-berkas dan buku-buku yang berserak.
"Liz," Bogart mengulurkan kedua tangannya. Menatapku serius."Kau masih suka padaku?"Â
Kali ini aku memberanikan diri membalas tatapannya. Mata kami bertemu.
"Aku..." nyaris bibirku mengatakan sesuatu, kalau saja, ya, kalau saja aku tidak melihat perubahan mendadak itu.
Mata Bogart yang semula teduh, tiba-tiba saja berubah menjadi sangat mengerikan.Â
Mata itu menyala---merah seperti darah.
 ***
"Miss. Liz! Anda baik-baik saja?" suara Renata membuatku tersadar. Bocah berkaca mata itu datang ke ruang guru untuk memberitahukan padaku bahwa jam pertama di kelasnya adalah pelajaran Matematika.
Aku berdiri, menghela napas panjang. Huft, ternyata aku masih duduk sendirian di ruang guru ini. Tidak ada siapa-siapa. Dan sepertinya aku baru saja berhalusianasi tentang---sosok Bogart.