"Besok aku ikut bersama kalian!" ujarku riang. Aku senang melihat Papi bersemangat kembali.
Perlahan tanganku masuk ke dalam saku celana dan menyentuh sesuatu.
Ah, benda mungil ini, ternyata mampu mencairkan perasaan Papi yang selama ini membeku.
***
Mentari mengintip ceria dari ufuk timur. Bau harum bunga kamboja menyeruak, merebak menusuk hidung. Pagi ini Bali kembali menyapaku.
Bapa Made sudah datang menjemput. Usai sarapan, masih menggunakan taksi yang sama kami bergegas meluncur menuju Rumah Sakit. Perjalanan hanya memakan waktu setengah jam. Masih terlalu pagi, sepanjang jalan masih sepi. Belum terjebak oleh macet.
Kami melewati koridor panjang Rumah Sakit tanpa suara. Papi terlihat paling antusias. Ia sepertinya sudah tidak sabar ingin segera bertemu dengan pasien aneh itu. Pasien yang diduga mengetahui keberadaan Ibu.
Tapi sayang, kedatangan kami sia-sia. Kamar yang kami datangi ternyata sudah kosong. Â
"Ada yang bisa kami bantu?" seorang perawat laki-laki menghampiri kami.
"Apakah pasien yang dirawat di kamar ini sudah pulang?" tanya Bapa Made. Perawat itu terdiam sejenak. Seperti mengingat-ingat.
"Benar, penghuninya sudah pulang sejak kemarin sore," perawat membenarkan. Seketika airmuka Papi berubah murung.