Bag. 6-Di Ambang Asa
Bau minyak atsiri yang menyengat membuatku siuman. Terdengar tarikan napas Bapa Made berulang kali. Meski ia tidak bertanya apa-apa, aku tahu laki-laki itu mencemaskan keadaanku.
"Kukira kau kelelahan, Jansen. Sebaiknya kita hentikan dulu pencarian hari ini," ia berkata pelan seraya menyentuh keningku.
"Mungkin anak ini butuh perawatan medis," suara teman Bapa, Wayan Sidharta menimpali.
"Bli benar. Ia terlihat sangat pucat dan tubuhnya menggigil. Ada Rumah Sakit terdekat di sekitar sini, kan, Bli?"
"Ya, ada. Bawalah ia segera ke sana!"
Taksi berhenti di depan sebuah Rumah Sakit di tengah kota Denpasar. Dua perawat menyambutku dengan kursi dorong. Aku hanya pasrah. Mengingat tubuhku terasa begitu lemah.
"Jansen, kau akan baik-baik saja, Nak," Bapa Made yang ikut berjalan di samping kursi dorong memberiku semangat. Aku mengangguk dan mencoba tersenyum.
"Maaf, silakan menunggu di ruang tunggu," seorang perawat berkata kepada Bapa Made. Laki-laki teman Papi itu menghentikan langkah. Tapi aku memberi tanda padanya agar ia mendekat.
"Bapa, tolong hubungi Papi. Katakan aku baik-baik saja...."